Sesudah di diagnosa autis

Tiga cara di atas penting dilakukan, karena gejala autism bukanlah sesuatu yang dapat diukur melalui alat diagnostik medis. Umumnya dokter/psikiater mendasarkan penarikan kesimpulan pada DSM IV atau ICD 10. Kadang dokter/psikiater mengambil inisiatif menggunakan kuesioner atau formulir untuk diisi orang tua, yang sifatnya juga untuk mencari data mengenai perilaku anak yang diamati orang tua/lingkungan di rumah. Atau, meminta orang tua melakukan pemeriksaan fisik (darah, syaraf telinga, faesces, urine dsb) untuk mengesampingkan kemungkinan adanya gangguan perkembangan atau masalah kesehatan lainnya selain autism. Sayangnya, orang tua tidak diberitahu pentingnya setiap langkah yang diambil oleh dokter/dokter tersebut. Orang tua tidak tahu betapa penting langkah pengumpulan data ini, juga takut dengan kemungkinan akan diagnosa sebenarnya, dan lalu berusaha menutupi kenyataan sehingga data yang diperoleh menjadi tidak akurat. Penjelasan menyeluruh atas ALASAN mengapa langkah-langkah tersebut di atas dilakukan, diharapkan bisa membuat orang tua tahu bahwa semua ini untuk kebaikan anaknya, sehingga lalu bisa lebih bekerja sama dalam menegakkan diagnosa.



Sesudah dokter/psikiater memberitahu orang tua bahwa anaknya mengalami gangguan perkembangan autisme, orang tua tidak tahu harus berbuat apa, mereka seolah ‘terjebak’ dalam rimba raya tanpa arah keluar yang jelas. Sebagian dari mereka mencari pendapat dari dokter/psikiater lain (= belanja diagnosa), sebagian lagi terpuruk di bawah payung diagnosa dan tidak berbuat apa-apa, sebagian lagi terbakar semangatnya untuk mencari penanganan yang tepat, sebagian lagi berusaha mencari penanganan tapi akhirnya terperangkap dalam penanganan yang tidak jelas. Yang dikorbankan disini adalah nasib anak-anak, dan nasib mereka berada di tangan orang tua yang kurang informasi mengenai keadaan anaknya.



Berdasarkan pengalaman beberapa orang tua, rata-rata kecewa atas beberapa kejadian kurang menyenangkan dalam perjalanan mereka memperoleh diagnosa:

• Dokter-dokter yang menangani anak-anak mereka, memberikan diagnosa yang berbeda-beda bagi kondisi anak yang sama. Hal ini membuat orang tua sangat bingung, sehingga lalu penanganan anaknya kurang terpadu dan berakibat perkembangan anak yang kurang optimal.

• Sesudah diagnosa, dokter tidak memberikan penjelasan mengenai alternatif penanganan, sehingga orang tua tidak tahu harus berbuat apa. Orang tua bisa pergi ke tempat terapi yang salah, karena dokter menganjurkan mereka pergi ke sana. Padahal, dokter tersebut belum pernah bertemu pengelola atau berkunjung ke tempat terapi tersebut. Atau, justru dokter tersebut yang membuka tempat terapi dan karena sibuk tidak sempat memperhatikan mutu penanganan anak.

• Orang tua tidak mendapatkan informasi mengenai positif negatif masing-masing penanganan, dan diharapkan untuk mencari informasi sendiri. Akibatnya mereka mencari informasi dari sumber-sumber yang kurang dapat dipertanggung jawabkan, dan hal ini memperlambat proses penanganan anak.

• Orang tua tidak mendapatkan pengarahan secara sistimatik dan terarah, padahal begitu banyak informasi baru dan perubahan yang harus dicerna orang tua. Akibatnya, orang tua lalu terpaksa mencari penjelasan dari berbagai sumber dan atau mengalami tekanan mental selama proses mencerna perubahan-perubahan tersebut.

• Sebagian orang tua bahkan cenderung melepas tangan, karena tidak sadar bahwa justru peran serta mereka sangat menentukan perkembangan anaknya. Penekanan pada pentingnya keterlibatan mereka, seharusnya diberikan untuk mengurangi kecenderungan lepas tangan tersebut.

• Dokter/psikiater yang dianggap membantu adalah mereka yang juga memberikan pencerahan bagaimana mengelola permasalahan/musibah ini dengan sebaik mungkin, sehingga stres berkepanjangan akibat salah pengelolaan dapat dihindari. Pencerahan bagi orang tua juga termasuk pemberian obat-obatan sesuai kebutuhan, mengingat bahwa ‘musibah’ ini berkepanjangan dan menimbulkan stres mental/fisik yang berkepanjangan pulan.

Penyebab cerebal palsy

Cerebral palsy bukan suatu penyakit dengan sebab tunggal, seperti cacar air atau campak. Kelompok tersebut mempunyai problem yang sama yaitu pada kontrol motorik namun kemungkinan mempunyai penyebab yang berbeda. Pada saat seorang dokter akan menegakkan suatu diagnosis cerebral palsy, mereka akan melihat kelainan klinisnya, riwayat medis ibu dan anak tersebut serta awal terjadinya (Onset) kelaian tersebut. Data di Amerika menunjukkan bahwa 10 - 20 persen anak CP mendapatkannya setelah lahir (diduga didapatkan prosentase yang lebih tinggi pada negara miskin), disebut sebagai CP yang didapat. CP yang didapat ini akibat kerusakan otak pada beberapa bulan atau tahun pertama kehidupan, antara lain akibat infeksi otak oleh bakteri maupun virus (meningitis, ensefanitis), cedera pada kepala (kecelakaan lalu lintas, jatuh, penganiayaan), penyakit sel darah dsb. CP bawaan sudah terlihat pada saat lahir walaupun mungkin baru terdeteksi beberapa bulan setelah kelahiran. Pada sebagian besar kasus penyebab CP bawaan tidak diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa kondisi pada kehamilan, persalinan dapat mengakibatkan kerusakan pusat motorik pada fase perkembangan otak.

Beberapa keadaan tersebut adalah :

I . Faktor-faktor ibu dan lingkungan

* AIDS d1l.
* Status kesehatan ibu
* Obat / zat yang dikonsumsi ibu : alcohol, rokok, terpapar radiasi dsb.

2. Persalinan

* berat bayi lahir rendah
* Asfiksia, akibat persalinan tindakan atau persalinan abnormal
* Perdarahan intrakranial
* Bayi yang mengalami "kuning" saat lahir
* Gangguan pembuluh darah dan sel-sel darah

Tanda dan gejala cerebral palsy

Pola / tipe gangguan motorik pada cerebral palsy (CP) ada beberapa kelompok yang secara umum, berdasarkan klinik dapat dibedakan sebagai berikut :

* Monoplegi : kelemahan pada satu anggota gerak
* Hemiplegi : kelemahan pada anggota gerak atas (lengan) dan bawah (tungkai) pada satu sisi
* Paraplegi : kelemahan pada kedua tungkai
* Quadriplegi : kelemahan pada seluruh anggota gerak (lengan dan tungkai) yang sama beratnya
* Diplegia : Kelemahan pada seluruh anggota gerak (lengan dan tungkai) dimana lengan lebih ringan daripada tungkai.

Masih terdapat perbedaan pendapat antara beberapa ahli dalam hal pengelompokan ini secara universal, namun hal ini tidak mempengaruhi dalam diagnosis dan pengelolaannya yang artinya bahwa diagnosis dan intervensi ditentukan berdasarkan temuan klinis yang ada.

Kelemahan pada CP pada umumnya bersifat "kaku" (spastik) (7% - 80%) hal ini sesuai dengan gangguan otak yang mengelola fungsi motorik. Selain tipe yang "kaku" dapat juga dijumpai adanya gangguan gerak yaitu terdapat gerakan-gerakan tak terkendali (athetosis) atau gerakan yang terpaku (distonia) yang djumpai pada 10% - 20% penderita CP. Bila daerah otak kecil yang terganggu akan ditemukan gejala gangguan keseimbangan (ataksia) yang dijumpai pada 5% - 10% penderita CP. Namun seringkali ditemukan CP yang bentuk campuran, mungkin antara bentuk "kaku" (spastik) dengan athetosis atau ataksia atau bentuk kombinasi yang lain.

Spektrum gangguan motorik pada CP adalah bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Tentu saja akan lebih mudah mendeteksi bila dijumpai secara klinik adanya kelainan neurologis dan atau kelainan medis lain secara nyata (derajat sedang sampai berat) daripada yang derajat ringan. Bentuk yang ringan seringkali tidak jelas secara pemeriksaan klinis (subklinis) seringkali dijumpai adanya penyimpangan dan keterlambatan perkembangan motorik. Sehingga perlu diwaspadai kemungkinan CP bila dijumpai adanya perkembangan motorik yang terlambat atau tidak sesuai dengan yang umum (menyimpang).

Contoh keterlambatan perkembangan motorik antara lain :

* belum dapat tengkurap dari posisi terlentang sampai umur 8 bulan
* tidak dapat duduk sampai umur 16 bulan
* tidak dapat merambat sampai 16 bulan
* tidak dapat berjalan sampai umur 18 bulan


Contoh penyimpangan perkembangan motorik:

* bayi yang merangkak sebelum duduk
* bayi yang dalam posisi terlentang ditarik kedua tanganya, ia tidak duduk tapi langsung berdiri.
* Kadang-kadang ditemukan anak yang berjalan dengan ujung jari kaki, terutama 2 tahun pertama, hal ini dapat normal dan dapat abnormal.
* Dsb.


Gejala lain yang sering membuat problema adalah kontrol yang buruk pada otot-otot mulut dan lidah sehingga sering "ngeces" yang dapat menyebabkan iritasi kulit yang juga berdampak sosial akan terisolir dari kelompoknya . Kesulitan makan dan mengunyah akibat gangguan motorik pada mulut, menyebabkan asupan makanan yang buruk yang menyebabkan pertumbuhan gisi tak tercukupi, sehingga menyebabkan rentan terhadap infeksi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pentingnya Pendidikan Seks Pada Anak Kebutuhan Khusus

Jakarta, Selama ini terapi yang diberikan pada anak-anak kebutuhan khusus seperti autis, sindrom Asperger dan lainnya sebatas terapi bicara dan okupasi agar si anak bisa berbicara, menulis, belajar dan bersosialisasi. Padahal pendidikan seks juga harus diajarkan pada anak kebutuhan khusus sejak dini.

"Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat," ujar Dra Dini Oktaufik dari yayasan ISADD (Intervention Service for Autism and Developmental Delay) Indonesia dalam acara Tanya Jawab Seputar Autisme di Financial Hall Graha Niaga, Jakarta, Sabtu (3/4/2010).

Dini menambahkan hasrat seks merupakan suatu hal yang alamiah. Masa puber yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus terkadang datang lebih awal dari anak normal, tapi bisa juga datang lebih lama atau mengalami keterlambatan. Dalam hal ini anak akan mengalami perubahan hormonal dan juga perubahan fisik berbeda pada anak laki-laki dan perempuan.

"Pendidikan seks jarang sekali disinggung bila berbicara mengenai autisme, mungkin karena dianggap masih tabu. Padahal pendidikan seks yang baik dapat membantu mempersiapkan si anak menjadi individu dewasa yang mandiri," ujar Gayatri Pamoedji, SE, MHc pendiri dari MPATI (Masyarakat Peduli Autis Indonesia).

Jika pendidikan seks tidak diberikan sejak dini, maka nantinya bisa menjadi masalah baik dari sisi eksternal atau internal si anak, seperti mungkin saja anak jadi memiliki kebiasaan memegang kemaluan sendiri, suka menyentuh bagian privat orang lain, tidak siap menghadapi menstruasi, masturbasi atau mimpi basah yang dapat mempengaruhi emosinya dan juga tidak dapat menjaga kebersihan daerah kemaluannya.

"Karena itu pendidikan seks menjadi sangat penting dan sebaiknya sudah dimulai sejak anak berusia 3 tahun. Tapi tentu saja si anak juga harus diberikan pelatihan mengenai kepatuhan, pengertian mengenai pemahaman perubahan fisik dan hormonal yang terjadi serta mencermati perilaku seks," ujar Dini yang menjadi praktisi terapi perilaku.

Dini menambahkan dalam memberikan pendidikan seks pada anak sebaiknya anak mengenali bagian tubuh dirinya sendiri dan jangan pernah mengeksplor tubuh orang lain. Selain itu, orangtua harus waspada dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi. Sedangkan dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan hormonal bisa melalui cerita yang mudah dimengerti, karena hormon tidak dapat terlihat secara visual.

"Dalam hal ini orangtua harus dengan sabar mengajarkan anak apa saja yang boleh dan tidak boleh dilihat saat sedang berbicara, anak memahami mana yang termasuk sentukah OK dan mana yang tidak serta anak diajari mengenai social circle, yaitu anak diberitahu siapa saja yang boleh mendapatkan peluk dan cium," ungkapnya.

Orangtua harus memiliki kesadaran bahwa masalah seksual kini semakin eksis, sehingga orangtua jangan hanya terpaku pada mind setting masyarakat mengenai pendidkan formal saja.

Anak dengan kebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan mengenai seks, karena tanpa disadari mereka juga akan mengalami hal yang sama dengan anak normal lainnya. Sedangkan pada anak kebutuhan khusus terkadang memiliki kadar emosional yang tidak stabil, sehingga harus diajarkan secara bertahap.

"Pendidikan seks harus dimulai sejak dini, karena jika tidak dilakukan sejak awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya," tambah Dini.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan pendidikan mengenai seks pada anak kebutuhan khusus yaitu, orangtua lebih berperan dibandingkan dengan terapis, memberikan pendidikan berdasarkan tingkat pemahaman anak dan dengan kata-kata positif, membuat rekayasa suasana sebelum anak diekspos keluar, memiliki peraturan tersendiri, menggunakan kekuatan reward (hadiah) dan bukan kekuatan hukuman.

Perlu identifikasi sejak dini untuk mengetahui permasalahan dan merumuskan penanganan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus.

Anak dengan kebutuhan khusus atau special needs adalah anak yang mengalami keterbatasan atau ketidakmampuan secara fisik, psikis, atau sosial seperti autisme, down syndrome, learning disability dan sebagainya. Sehingga interaksi anak dengan lingkungan terbatas atau bahkan tidak mampu. Masing-masing anak mempunyai ciri-ciri mental,fisik, sosial, dan komunikasi yang berbeda dengan rata-rata anak yang lain. Hal penting yang perlu dilakukan oran tua adalah melakukan identifikasi sejak dini agar dapat dilakukan penanganan yang tepat sejak anak usia dini.
Menurut Drs. Tuharto, Kepala Sekolah Dasar Terpadu Spectrum, sangatlah penting bagi orang tua untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi anak. “Orang tua jangan sampai terlambat mengidentifikasi permasalahan anak, sehingga tidak tejadi kesalahan dalam proses penanganan,” jelas Tuharto. Proses identifikasi bisa dilakukan dengan bantuan psikolog dan dokter. Bagi Anda, orang tua yang mempunyai anak dengan kebutuhan khusus tidak perlu berkecil hati karena sekarang ini, sudah banyak tersedia terapi-terapi dan sekolah untuk anak dengan kebutuhan khusus (special needs school) sehingga anak dengan kebutuhan khusus ini bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Fanny Erla Zuhana, Psikolog yang juga Manager Bougenville Therapy dan Child Development Center, menjelaskan bahwa anak dengan kebutuhan khusus ini memerlukan penanganan yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan permasalahan yang dihadapi anak. “Dalam pendidikan pun, kurikulum yang disusun harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak,” ungkap Erla. Kurikulum pendidikan di sekolah khusus merupakan gabungan antara kurikulim dari Dinas Pendidikan yang digabung dengan kurikulum pendidikan khusus. “Untuk akademiknya, kami menggunakan kurikulum dari Diknas,” ujar Rika Andadari, Kepala Sekolah Special Needs School Bougenville. Kurikulum yang diterapkan lebih diarahkan ke pengembangkan potensi-potensi yang dimiliki anak dan kemampuan yang dibutuhkan anak seperti kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi serta kemandirian anak.

Hal senada juga diakui oleh Tuharto. Menurutnya, kurikulum sekolah khusus yang di terapkan di Spectrum mengkombinasikan kurikulum Diknas dan kurikulum khusus. “Masing-masing anak mempunyai lembar kerja atau kegiatan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya sendiri,”. Tapi diharapkan semua anak dapat mencapai apa yang disebut kurikulum reguler atau Class Education Program (CEP). “Metode pendidikan didasari oleh kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki setiap anak, sehingga perlu rencana program yang berbeda bagi setiap anak,” tambah Tuharto. Metode yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan dan pemahaman terhadap anak.

Pada umumnya sebelum masuk ke sekolah khusus, anak akan menjalani assessment terlebih dahulu. Tujuannya,untuk mempersiapkan anak dengan kebutuhan khusus untuk masuk sekolah baik dari sisi kemandirian, emosi maupun akademis. Dan diharapkan anak akan lebih mandiri dan mudah untuk menerima pelajaran di kelas serta kemampuan sosialisasinya akan meningkat. Anak dengan kebutuhan khusus biasanya mempunyai kelebihan di bidang tertentu misalnya melukis,menari,memasak,bermain gamelan/musik dan lain-lain. Di sekolah khusus, kemampuan seperti ini akan lebih digali, diarahkan dan dikembangkan. Tersedianya kegiatan ekstrakurikuler diharapkan akan dapat mengakomodasi kebutuhan dan bakat yang dimiliki anak.

kasus syndrome rett

Mereka terbang melintasi tiga benua?Eropa, Asia, dan Australia?untuk suatu misi yang luhur. Dan hari itu, Selasa pekan lalu, pilot Andor Kantas dan kopilot Csongor Latky mendaratkan pesawat berawak dua di lapangan terbang mini Curug, Jakarta Selatan. Fly for Rett Syndrome, begitu kampanye udara yang mereka lakukan dari kota ke kota, dari benua ke benua. Kantas memang punya kisah tragis yang layak didengar banyak orang. Itulah Lucia, gadis kecil, putrinya sendiri, yang sejak berusia 8 tahun telah kehilangan kemampuan menggerakkan tubuh dan mengalami kesulitan berkomunikasi. Usia Lucia bertambah, tapi kemampuan tak juga menunjukkan kemajuan. Pada usia sembilan setengah tahun kini, ia tak mampu menangis, tak bisa bergerak, sekalipun cuma menggerakkan bola matanya. "Dia tidak merespons jari yang saya jentikkan di wajahnya," ujar Kantas, sayu. Awalnya Kantas dan istrinya berkeliling dari satu dokter ke dokter lain untuk mengungkap sakit sang buah hati. Diagnosis yang muncul beragam, misalnya autis. Tetapi semuanya kurang meyakinkan. Bahkan ada seorang dokter yang meramalkan usia Lucia tak bakal bertahan lama. Tapi Kantas tidak menyerah. Setahun kemudian tes genetik (DNA) menunjukkan Lucia menderita sindrom Rett. Jalan pengobatan yang ditempuh keluarga Kantas cukup panjang. Kantas memberikan latihan fisioterapi agar kondisi fisik Lucia tidak bertambah buruk. Sebagaimana pada jenis kelainan gen lainnya, sampai kini belum ada pengobatan yang bisa dengan ampuh menghentikan laju sindrom Rett yang progresif. Apalagi fokus serangan utama sindrom Rett diketahui mengarah pada simpul-simpul saraf yang rumit. Obat-obatan yang diberikan kepada mereka umumnya hanya untuk mengatasi gejalanya, misalnya obat kejang. Satu-satunya harapan adalah penelitian genetik yang diharapkan kelak didapatkan formula terapi gen. Angka penderita sindrom Rett tak bisa dianggap sepi. Di Inggris pada awal tahun lalu tercatat ada 3.000 kasus. Menurut data Asosiasi Sindrom Rett Internasional (ASRI), prevalensi sindrom Rett mencapai 1:10.000 hingga 1:23.000 kelahiran bayi perempuan. Maka, di Indonesia, dengan angka kelahiran bayi sekitar 6 juta orang setiap tahun, diperkirakan ada 130-300 bayi perempuan yang menderita sindrom Rett. Itu dengan asumsi perbandingan kelahiran bayi laki-laki dan perempuan seimbang. Sindrom Rett merupakan suatu penyakit akibat kelainan gen. Pertama kali ditemukan oleh Andreas Rett, seorang dokter asal Austria. Dalam perkembangannya, sindrom Rett mulai diakui dunia ketika terbit hasil penelitian Dr. Bengt Hagber pada 1983. Pada Oktober 1999, para peneliti gen menemukan mutasi genetis (MECP2) terhadap kromosom Xq28 pada penderita sindrom Rett. Para penderita penyakit ini mengalami penurunan kemampuan saraf gerak dan kemampuan olah data dalam saraf otaknya. Ketidakmampuan bergerak merupakan efek terburuk penyakit ini. Sindrom Rett mayoritas menimpa kaum perempuan dan ditemukan di berbagai jenis etnis dan ras di segenap belahan dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan bayi keguguran, meninggal pada saat dilahirkan, atau meninggal pada usia muda. Secara genetis, para pengidap sindrom Rett menunjukkan adanya kerusakan serius pada kromosom x. Anak lelaki yang terkena sindrom Rett akan langsung meninggal, karena anak lelaki hanya mempunyai satu kromosom x (xy). Tapi anak perempuan, yang memiliki kromosom xx, mempunyai satu kromosom x cadangan bila kromosom x yang satu rusak. Anak perempuan penderita sindrom Rett pada 6-18 bulan pertama mengalami perkembangan yang normal atau bisa dikatakan mendekati normal. Tapi si penderita lantas mengalami stagnasi pertumbuhan, penurunan kemampuan berkomunikasi dan menggerakkan tangan. Tidak lama setelah itu, ia akan menderita gangguan berjalan terus-menerus dan perkembangan otaknya melambat. Masalah lain, si penderita jadi sering mengalami gangguan pernapasan ketika bangun tidur. Inilah cerita Kantas tentang penyakit mengerikan yang menyerang Lucia dan 130 gadis kecil Indonesia.

sumber : http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/13/KSH/mbm.20030113.KSH84132.id.html

Apa yang anda lakukan saat mengetahui anak anda autis

Saat mengetahui anak kesayangan anda terdiagnosa Autis, seringkali sebagai Ortu kita menjadi panik dan seperti ada beban ber ton-ton di atas bahu ortu. Kamipun mengalaminya. Jadi kita semua mempunyai beban yang sama yaitu "Bagaimana caranya supaya anak-anak yang spesial ini bisa mandiri kelak.” jawaban pertanyaan inilah yang menjadi PR kita semua para ortu anak berkebutuhan khusus.

Setelah kami sadar bahwa semua yang terjadi dalam hidup ini adalah atas seizin Tuhan termasuk punya anak SN ini, maka beban inipun harus diterima sebagai anugrah dan sekaligus amanah. Jadi kami bisa mengucap syukur dalam segala hal. Hasilnya adalah beban menjadi RINGAN, ah masak ya? coba jalankan.................

Punya mimpi terlalu muluk? Bagaimana kalau mimpi itu tidak menjadi kenyataan? apa tidak down? Kita boleh bermimpi, tapi Mimpi bukan sembarang mimpi. Bermimpi harus disertai iman artinya adalah punya pengharapan. Disertai iman percaya bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik. Jangan ngotot pasang target tetapi hal yang paling esensi dalam beriman adalah bisa mengucap syukur dalam setiap kemajuan, dalam setiap keadaan yang Tuhan izinkan terjadi dalam anak anak kita yang notabene adalah titipan Tuhan

Punya anak SN yang ada dibenak kita harus punya uang yang banyak untuk biaya diagnosa, terapi, sekolah yang mahal, pengasuh , pendamping/terapis dan masih banyak lagi daftar pengeluaran yang sudah terpampang di hadapan kita sebagai ortu. Pastilah stress kalau seandainya semua biaya yang kita bayangkan itu di luar kemampuan kita. Kamipun mengalami hal serupa, tapi kami mau katakan UANG bukan segalanya sekalipun memang perlu biaya.

Sebetulnya yang lebih penting adalah Cinta Kasih dan kepedulian orang tua dan keluarga memberikan sumbangsih yang paling besar dalam pemulihan anak SN. BerIMAN, berHARAP dan berSERAH di dalam KASIH Tuhan akan memenuhi segala kebutuhan yang kita perlukan lebih dari sekedar uang. Jangan pernah berpikir kalau punya uang banyak baru bisa mengatasi masalah anak SN, dan kalau tidak
punya uang banyak maka tamatlah semuanya.

Memang sebagai ortu tugas kita adalah berusaha semampu kita. Kalau dikaruniakan banyak uang ya tidak ada salahnya melakukan tindakan medis, terapi yang terbaik karena secara keuanganan tidak ada masalah. Sebaliknya bagi ortu yang masih harus menyesuaikan pengeluaran, jangan kecil hati sebab kamipun ada di dalam kelompok ini. Mari kita ber IMAN bahwa Tuhan akan memenuhi segala kebutuhan kita. Tuhan punya banyak cara untuk menjawab doa-doa umatNYA yang percaya, berharap dan mengasihiNYA. Semua ini bukan cuma ngomong aja, karena kami sudah mengalaminya.

Anak kami Yansen saat ini telah tamat SD umum dan pada saat menulis artikel ini dia sudah masuk kelas 1 SMP Umum. Ketika kami bertanya kepadanya bagaimana sekolah SMP? Apakah susah?. Jawabnya ngak sih tapi buku pelajarannya banyak!, Memang itu MASALAH pendidikan formal kurikulum di Indonesia. Terlalu rumit untuk anak SN. Kalau ada kurukulum yang disesuaikan minat dan kemampuan yang terarah itu lebih baik bagi anak SN agar tidak terlalu terbeban dengan pelajaran yang tidak diminati.

Terima kasih buat semua pihak yang turut mendukung dan peduli atas kemajuan anak kami. Semoga Tuhan membalas semua jerih lelah setiap umatNya.

Kepada semua ortu yang punya anak special, biarlah apa yang kami alami boleh menjadi berkat bagi yang lain untuk tetap berharap kepadaNya yang senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita umat yang mengasihiNya.