Sesudah di diagnosa autis

Tiga cara di atas penting dilakukan, karena gejala autism bukanlah sesuatu yang dapat diukur melalui alat diagnostik medis. Umumnya dokter/psikiater mendasarkan penarikan kesimpulan pada DSM IV atau ICD 10. Kadang dokter/psikiater mengambil inisiatif menggunakan kuesioner atau formulir untuk diisi orang tua, yang sifatnya juga untuk mencari data mengenai perilaku anak yang diamati orang tua/lingkungan di rumah. Atau, meminta orang tua melakukan pemeriksaan fisik (darah, syaraf telinga, faesces, urine dsb) untuk mengesampingkan kemungkinan adanya gangguan perkembangan atau masalah kesehatan lainnya selain autism. Sayangnya, orang tua tidak diberitahu pentingnya setiap langkah yang diambil oleh dokter/dokter tersebut. Orang tua tidak tahu betapa penting langkah pengumpulan data ini, juga takut dengan kemungkinan akan diagnosa sebenarnya, dan lalu berusaha menutupi kenyataan sehingga data yang diperoleh menjadi tidak akurat. Penjelasan menyeluruh atas ALASAN mengapa langkah-langkah tersebut di atas dilakukan, diharapkan bisa membuat orang tua tahu bahwa semua ini untuk kebaikan anaknya, sehingga lalu bisa lebih bekerja sama dalam menegakkan diagnosa.



Sesudah dokter/psikiater memberitahu orang tua bahwa anaknya mengalami gangguan perkembangan autisme, orang tua tidak tahu harus berbuat apa, mereka seolah ‘terjebak’ dalam rimba raya tanpa arah keluar yang jelas. Sebagian dari mereka mencari pendapat dari dokter/psikiater lain (= belanja diagnosa), sebagian lagi terpuruk di bawah payung diagnosa dan tidak berbuat apa-apa, sebagian lagi terbakar semangatnya untuk mencari penanganan yang tepat, sebagian lagi berusaha mencari penanganan tapi akhirnya terperangkap dalam penanganan yang tidak jelas. Yang dikorbankan disini adalah nasib anak-anak, dan nasib mereka berada di tangan orang tua yang kurang informasi mengenai keadaan anaknya.



Berdasarkan pengalaman beberapa orang tua, rata-rata kecewa atas beberapa kejadian kurang menyenangkan dalam perjalanan mereka memperoleh diagnosa:

• Dokter-dokter yang menangani anak-anak mereka, memberikan diagnosa yang berbeda-beda bagi kondisi anak yang sama. Hal ini membuat orang tua sangat bingung, sehingga lalu penanganan anaknya kurang terpadu dan berakibat perkembangan anak yang kurang optimal.

• Sesudah diagnosa, dokter tidak memberikan penjelasan mengenai alternatif penanganan, sehingga orang tua tidak tahu harus berbuat apa. Orang tua bisa pergi ke tempat terapi yang salah, karena dokter menganjurkan mereka pergi ke sana. Padahal, dokter tersebut belum pernah bertemu pengelola atau berkunjung ke tempat terapi tersebut. Atau, justru dokter tersebut yang membuka tempat terapi dan karena sibuk tidak sempat memperhatikan mutu penanganan anak.

• Orang tua tidak mendapatkan informasi mengenai positif negatif masing-masing penanganan, dan diharapkan untuk mencari informasi sendiri. Akibatnya mereka mencari informasi dari sumber-sumber yang kurang dapat dipertanggung jawabkan, dan hal ini memperlambat proses penanganan anak.

• Orang tua tidak mendapatkan pengarahan secara sistimatik dan terarah, padahal begitu banyak informasi baru dan perubahan yang harus dicerna orang tua. Akibatnya, orang tua lalu terpaksa mencari penjelasan dari berbagai sumber dan atau mengalami tekanan mental selama proses mencerna perubahan-perubahan tersebut.

• Sebagian orang tua bahkan cenderung melepas tangan, karena tidak sadar bahwa justru peran serta mereka sangat menentukan perkembangan anaknya. Penekanan pada pentingnya keterlibatan mereka, seharusnya diberikan untuk mengurangi kecenderungan lepas tangan tersebut.

• Dokter/psikiater yang dianggap membantu adalah mereka yang juga memberikan pencerahan bagaimana mengelola permasalahan/musibah ini dengan sebaik mungkin, sehingga stres berkepanjangan akibat salah pengelolaan dapat dihindari. Pencerahan bagi orang tua juga termasuk pemberian obat-obatan sesuai kebutuhan, mengingat bahwa ‘musibah’ ini berkepanjangan dan menimbulkan stres mental/fisik yang berkepanjangan pulan.

Penyebab cerebal palsy

Cerebral palsy bukan suatu penyakit dengan sebab tunggal, seperti cacar air atau campak. Kelompok tersebut mempunyai problem yang sama yaitu pada kontrol motorik namun kemungkinan mempunyai penyebab yang berbeda. Pada saat seorang dokter akan menegakkan suatu diagnosis cerebral palsy, mereka akan melihat kelainan klinisnya, riwayat medis ibu dan anak tersebut serta awal terjadinya (Onset) kelaian tersebut. Data di Amerika menunjukkan bahwa 10 - 20 persen anak CP mendapatkannya setelah lahir (diduga didapatkan prosentase yang lebih tinggi pada negara miskin), disebut sebagai CP yang didapat. CP yang didapat ini akibat kerusakan otak pada beberapa bulan atau tahun pertama kehidupan, antara lain akibat infeksi otak oleh bakteri maupun virus (meningitis, ensefanitis), cedera pada kepala (kecelakaan lalu lintas, jatuh, penganiayaan), penyakit sel darah dsb. CP bawaan sudah terlihat pada saat lahir walaupun mungkin baru terdeteksi beberapa bulan setelah kelahiran. Pada sebagian besar kasus penyebab CP bawaan tidak diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa kondisi pada kehamilan, persalinan dapat mengakibatkan kerusakan pusat motorik pada fase perkembangan otak.

Beberapa keadaan tersebut adalah :

I . Faktor-faktor ibu dan lingkungan

* AIDS d1l.
* Status kesehatan ibu
* Obat / zat yang dikonsumsi ibu : alcohol, rokok, terpapar radiasi dsb.

2. Persalinan

* berat bayi lahir rendah
* Asfiksia, akibat persalinan tindakan atau persalinan abnormal
* Perdarahan intrakranial
* Bayi yang mengalami "kuning" saat lahir
* Gangguan pembuluh darah dan sel-sel darah

Tanda dan gejala cerebral palsy

Pola / tipe gangguan motorik pada cerebral palsy (CP) ada beberapa kelompok yang secara umum, berdasarkan klinik dapat dibedakan sebagai berikut :

* Monoplegi : kelemahan pada satu anggota gerak
* Hemiplegi : kelemahan pada anggota gerak atas (lengan) dan bawah (tungkai) pada satu sisi
* Paraplegi : kelemahan pada kedua tungkai
* Quadriplegi : kelemahan pada seluruh anggota gerak (lengan dan tungkai) yang sama beratnya
* Diplegia : Kelemahan pada seluruh anggota gerak (lengan dan tungkai) dimana lengan lebih ringan daripada tungkai.

Masih terdapat perbedaan pendapat antara beberapa ahli dalam hal pengelompokan ini secara universal, namun hal ini tidak mempengaruhi dalam diagnosis dan pengelolaannya yang artinya bahwa diagnosis dan intervensi ditentukan berdasarkan temuan klinis yang ada.

Kelemahan pada CP pada umumnya bersifat "kaku" (spastik) (7% - 80%) hal ini sesuai dengan gangguan otak yang mengelola fungsi motorik. Selain tipe yang "kaku" dapat juga dijumpai adanya gangguan gerak yaitu terdapat gerakan-gerakan tak terkendali (athetosis) atau gerakan yang terpaku (distonia) yang djumpai pada 10% - 20% penderita CP. Bila daerah otak kecil yang terganggu akan ditemukan gejala gangguan keseimbangan (ataksia) yang dijumpai pada 5% - 10% penderita CP. Namun seringkali ditemukan CP yang bentuk campuran, mungkin antara bentuk "kaku" (spastik) dengan athetosis atau ataksia atau bentuk kombinasi yang lain.

Spektrum gangguan motorik pada CP adalah bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Tentu saja akan lebih mudah mendeteksi bila dijumpai secara klinik adanya kelainan neurologis dan atau kelainan medis lain secara nyata (derajat sedang sampai berat) daripada yang derajat ringan. Bentuk yang ringan seringkali tidak jelas secara pemeriksaan klinis (subklinis) seringkali dijumpai adanya penyimpangan dan keterlambatan perkembangan motorik. Sehingga perlu diwaspadai kemungkinan CP bila dijumpai adanya perkembangan motorik yang terlambat atau tidak sesuai dengan yang umum (menyimpang).

Contoh keterlambatan perkembangan motorik antara lain :

* belum dapat tengkurap dari posisi terlentang sampai umur 8 bulan
* tidak dapat duduk sampai umur 16 bulan
* tidak dapat merambat sampai 16 bulan
* tidak dapat berjalan sampai umur 18 bulan


Contoh penyimpangan perkembangan motorik:

* bayi yang merangkak sebelum duduk
* bayi yang dalam posisi terlentang ditarik kedua tanganya, ia tidak duduk tapi langsung berdiri.
* Kadang-kadang ditemukan anak yang berjalan dengan ujung jari kaki, terutama 2 tahun pertama, hal ini dapat normal dan dapat abnormal.
* Dsb.


Gejala lain yang sering membuat problema adalah kontrol yang buruk pada otot-otot mulut dan lidah sehingga sering "ngeces" yang dapat menyebabkan iritasi kulit yang juga berdampak sosial akan terisolir dari kelompoknya . Kesulitan makan dan mengunyah akibat gangguan motorik pada mulut, menyebabkan asupan makanan yang buruk yang menyebabkan pertumbuhan gisi tak tercukupi, sehingga menyebabkan rentan terhadap infeksi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pentingnya Pendidikan Seks Pada Anak Kebutuhan Khusus

Jakarta, Selama ini terapi yang diberikan pada anak-anak kebutuhan khusus seperti autis, sindrom Asperger dan lainnya sebatas terapi bicara dan okupasi agar si anak bisa berbicara, menulis, belajar dan bersosialisasi. Padahal pendidikan seks juga harus diajarkan pada anak kebutuhan khusus sejak dini.

"Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat," ujar Dra Dini Oktaufik dari yayasan ISADD (Intervention Service for Autism and Developmental Delay) Indonesia dalam acara Tanya Jawab Seputar Autisme di Financial Hall Graha Niaga, Jakarta, Sabtu (3/4/2010).

Dini menambahkan hasrat seks merupakan suatu hal yang alamiah. Masa puber yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus terkadang datang lebih awal dari anak normal, tapi bisa juga datang lebih lama atau mengalami keterlambatan. Dalam hal ini anak akan mengalami perubahan hormonal dan juga perubahan fisik berbeda pada anak laki-laki dan perempuan.

"Pendidikan seks jarang sekali disinggung bila berbicara mengenai autisme, mungkin karena dianggap masih tabu. Padahal pendidikan seks yang baik dapat membantu mempersiapkan si anak menjadi individu dewasa yang mandiri," ujar Gayatri Pamoedji, SE, MHc pendiri dari MPATI (Masyarakat Peduli Autis Indonesia).

Jika pendidikan seks tidak diberikan sejak dini, maka nantinya bisa menjadi masalah baik dari sisi eksternal atau internal si anak, seperti mungkin saja anak jadi memiliki kebiasaan memegang kemaluan sendiri, suka menyentuh bagian privat orang lain, tidak siap menghadapi menstruasi, masturbasi atau mimpi basah yang dapat mempengaruhi emosinya dan juga tidak dapat menjaga kebersihan daerah kemaluannya.

"Karena itu pendidikan seks menjadi sangat penting dan sebaiknya sudah dimulai sejak anak berusia 3 tahun. Tapi tentu saja si anak juga harus diberikan pelatihan mengenai kepatuhan, pengertian mengenai pemahaman perubahan fisik dan hormonal yang terjadi serta mencermati perilaku seks," ujar Dini yang menjadi praktisi terapi perilaku.

Dini menambahkan dalam memberikan pendidikan seks pada anak sebaiknya anak mengenali bagian tubuh dirinya sendiri dan jangan pernah mengeksplor tubuh orang lain. Selain itu, orangtua harus waspada dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi. Sedangkan dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan hormonal bisa melalui cerita yang mudah dimengerti, karena hormon tidak dapat terlihat secara visual.

"Dalam hal ini orangtua harus dengan sabar mengajarkan anak apa saja yang boleh dan tidak boleh dilihat saat sedang berbicara, anak memahami mana yang termasuk sentukah OK dan mana yang tidak serta anak diajari mengenai social circle, yaitu anak diberitahu siapa saja yang boleh mendapatkan peluk dan cium," ungkapnya.

Orangtua harus memiliki kesadaran bahwa masalah seksual kini semakin eksis, sehingga orangtua jangan hanya terpaku pada mind setting masyarakat mengenai pendidkan formal saja.

Anak dengan kebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan mengenai seks, karena tanpa disadari mereka juga akan mengalami hal yang sama dengan anak normal lainnya. Sedangkan pada anak kebutuhan khusus terkadang memiliki kadar emosional yang tidak stabil, sehingga harus diajarkan secara bertahap.

"Pendidikan seks harus dimulai sejak dini, karena jika tidak dilakukan sejak awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya," tambah Dini.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan pendidikan mengenai seks pada anak kebutuhan khusus yaitu, orangtua lebih berperan dibandingkan dengan terapis, memberikan pendidikan berdasarkan tingkat pemahaman anak dan dengan kata-kata positif, membuat rekayasa suasana sebelum anak diekspos keluar, memiliki peraturan tersendiri, menggunakan kekuatan reward (hadiah) dan bukan kekuatan hukuman.

Perlu identifikasi sejak dini untuk mengetahui permasalahan dan merumuskan penanganan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus.

Anak dengan kebutuhan khusus atau special needs adalah anak yang mengalami keterbatasan atau ketidakmampuan secara fisik, psikis, atau sosial seperti autisme, down syndrome, learning disability dan sebagainya. Sehingga interaksi anak dengan lingkungan terbatas atau bahkan tidak mampu. Masing-masing anak mempunyai ciri-ciri mental,fisik, sosial, dan komunikasi yang berbeda dengan rata-rata anak yang lain. Hal penting yang perlu dilakukan oran tua adalah melakukan identifikasi sejak dini agar dapat dilakukan penanganan yang tepat sejak anak usia dini.
Menurut Drs. Tuharto, Kepala Sekolah Dasar Terpadu Spectrum, sangatlah penting bagi orang tua untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi anak. “Orang tua jangan sampai terlambat mengidentifikasi permasalahan anak, sehingga tidak tejadi kesalahan dalam proses penanganan,” jelas Tuharto. Proses identifikasi bisa dilakukan dengan bantuan psikolog dan dokter. Bagi Anda, orang tua yang mempunyai anak dengan kebutuhan khusus tidak perlu berkecil hati karena sekarang ini, sudah banyak tersedia terapi-terapi dan sekolah untuk anak dengan kebutuhan khusus (special needs school) sehingga anak dengan kebutuhan khusus ini bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Fanny Erla Zuhana, Psikolog yang juga Manager Bougenville Therapy dan Child Development Center, menjelaskan bahwa anak dengan kebutuhan khusus ini memerlukan penanganan yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan permasalahan yang dihadapi anak. “Dalam pendidikan pun, kurikulum yang disusun harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak,” ungkap Erla. Kurikulum pendidikan di sekolah khusus merupakan gabungan antara kurikulim dari Dinas Pendidikan yang digabung dengan kurikulum pendidikan khusus. “Untuk akademiknya, kami menggunakan kurikulum dari Diknas,” ujar Rika Andadari, Kepala Sekolah Special Needs School Bougenville. Kurikulum yang diterapkan lebih diarahkan ke pengembangkan potensi-potensi yang dimiliki anak dan kemampuan yang dibutuhkan anak seperti kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi serta kemandirian anak.

Hal senada juga diakui oleh Tuharto. Menurutnya, kurikulum sekolah khusus yang di terapkan di Spectrum mengkombinasikan kurikulum Diknas dan kurikulum khusus. “Masing-masing anak mempunyai lembar kerja atau kegiatan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya sendiri,”. Tapi diharapkan semua anak dapat mencapai apa yang disebut kurikulum reguler atau Class Education Program (CEP). “Metode pendidikan didasari oleh kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki setiap anak, sehingga perlu rencana program yang berbeda bagi setiap anak,” tambah Tuharto. Metode yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan dan pemahaman terhadap anak.

Pada umumnya sebelum masuk ke sekolah khusus, anak akan menjalani assessment terlebih dahulu. Tujuannya,untuk mempersiapkan anak dengan kebutuhan khusus untuk masuk sekolah baik dari sisi kemandirian, emosi maupun akademis. Dan diharapkan anak akan lebih mandiri dan mudah untuk menerima pelajaran di kelas serta kemampuan sosialisasinya akan meningkat. Anak dengan kebutuhan khusus biasanya mempunyai kelebihan di bidang tertentu misalnya melukis,menari,memasak,bermain gamelan/musik dan lain-lain. Di sekolah khusus, kemampuan seperti ini akan lebih digali, diarahkan dan dikembangkan. Tersedianya kegiatan ekstrakurikuler diharapkan akan dapat mengakomodasi kebutuhan dan bakat yang dimiliki anak.

kasus syndrome rett

Mereka terbang melintasi tiga benua?Eropa, Asia, dan Australia?untuk suatu misi yang luhur. Dan hari itu, Selasa pekan lalu, pilot Andor Kantas dan kopilot Csongor Latky mendaratkan pesawat berawak dua di lapangan terbang mini Curug, Jakarta Selatan. Fly for Rett Syndrome, begitu kampanye udara yang mereka lakukan dari kota ke kota, dari benua ke benua. Kantas memang punya kisah tragis yang layak didengar banyak orang. Itulah Lucia, gadis kecil, putrinya sendiri, yang sejak berusia 8 tahun telah kehilangan kemampuan menggerakkan tubuh dan mengalami kesulitan berkomunikasi. Usia Lucia bertambah, tapi kemampuan tak juga menunjukkan kemajuan. Pada usia sembilan setengah tahun kini, ia tak mampu menangis, tak bisa bergerak, sekalipun cuma menggerakkan bola matanya. "Dia tidak merespons jari yang saya jentikkan di wajahnya," ujar Kantas, sayu. Awalnya Kantas dan istrinya berkeliling dari satu dokter ke dokter lain untuk mengungkap sakit sang buah hati. Diagnosis yang muncul beragam, misalnya autis. Tetapi semuanya kurang meyakinkan. Bahkan ada seorang dokter yang meramalkan usia Lucia tak bakal bertahan lama. Tapi Kantas tidak menyerah. Setahun kemudian tes genetik (DNA) menunjukkan Lucia menderita sindrom Rett. Jalan pengobatan yang ditempuh keluarga Kantas cukup panjang. Kantas memberikan latihan fisioterapi agar kondisi fisik Lucia tidak bertambah buruk. Sebagaimana pada jenis kelainan gen lainnya, sampai kini belum ada pengobatan yang bisa dengan ampuh menghentikan laju sindrom Rett yang progresif. Apalagi fokus serangan utama sindrom Rett diketahui mengarah pada simpul-simpul saraf yang rumit. Obat-obatan yang diberikan kepada mereka umumnya hanya untuk mengatasi gejalanya, misalnya obat kejang. Satu-satunya harapan adalah penelitian genetik yang diharapkan kelak didapatkan formula terapi gen. Angka penderita sindrom Rett tak bisa dianggap sepi. Di Inggris pada awal tahun lalu tercatat ada 3.000 kasus. Menurut data Asosiasi Sindrom Rett Internasional (ASRI), prevalensi sindrom Rett mencapai 1:10.000 hingga 1:23.000 kelahiran bayi perempuan. Maka, di Indonesia, dengan angka kelahiran bayi sekitar 6 juta orang setiap tahun, diperkirakan ada 130-300 bayi perempuan yang menderita sindrom Rett. Itu dengan asumsi perbandingan kelahiran bayi laki-laki dan perempuan seimbang. Sindrom Rett merupakan suatu penyakit akibat kelainan gen. Pertama kali ditemukan oleh Andreas Rett, seorang dokter asal Austria. Dalam perkembangannya, sindrom Rett mulai diakui dunia ketika terbit hasil penelitian Dr. Bengt Hagber pada 1983. Pada Oktober 1999, para peneliti gen menemukan mutasi genetis (MECP2) terhadap kromosom Xq28 pada penderita sindrom Rett. Para penderita penyakit ini mengalami penurunan kemampuan saraf gerak dan kemampuan olah data dalam saraf otaknya. Ketidakmampuan bergerak merupakan efek terburuk penyakit ini. Sindrom Rett mayoritas menimpa kaum perempuan dan ditemukan di berbagai jenis etnis dan ras di segenap belahan dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan bayi keguguran, meninggal pada saat dilahirkan, atau meninggal pada usia muda. Secara genetis, para pengidap sindrom Rett menunjukkan adanya kerusakan serius pada kromosom x. Anak lelaki yang terkena sindrom Rett akan langsung meninggal, karena anak lelaki hanya mempunyai satu kromosom x (xy). Tapi anak perempuan, yang memiliki kromosom xx, mempunyai satu kromosom x cadangan bila kromosom x yang satu rusak. Anak perempuan penderita sindrom Rett pada 6-18 bulan pertama mengalami perkembangan yang normal atau bisa dikatakan mendekati normal. Tapi si penderita lantas mengalami stagnasi pertumbuhan, penurunan kemampuan berkomunikasi dan menggerakkan tangan. Tidak lama setelah itu, ia akan menderita gangguan berjalan terus-menerus dan perkembangan otaknya melambat. Masalah lain, si penderita jadi sering mengalami gangguan pernapasan ketika bangun tidur. Inilah cerita Kantas tentang penyakit mengerikan yang menyerang Lucia dan 130 gadis kecil Indonesia.

sumber : http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/13/KSH/mbm.20030113.KSH84132.id.html

Apa yang anda lakukan saat mengetahui anak anda autis

Saat mengetahui anak kesayangan anda terdiagnosa Autis, seringkali sebagai Ortu kita menjadi panik dan seperti ada beban ber ton-ton di atas bahu ortu. Kamipun mengalaminya. Jadi kita semua mempunyai beban yang sama yaitu "Bagaimana caranya supaya anak-anak yang spesial ini bisa mandiri kelak.” jawaban pertanyaan inilah yang menjadi PR kita semua para ortu anak berkebutuhan khusus.

Setelah kami sadar bahwa semua yang terjadi dalam hidup ini adalah atas seizin Tuhan termasuk punya anak SN ini, maka beban inipun harus diterima sebagai anugrah dan sekaligus amanah. Jadi kami bisa mengucap syukur dalam segala hal. Hasilnya adalah beban menjadi RINGAN, ah masak ya? coba jalankan.................

Punya mimpi terlalu muluk? Bagaimana kalau mimpi itu tidak menjadi kenyataan? apa tidak down? Kita boleh bermimpi, tapi Mimpi bukan sembarang mimpi. Bermimpi harus disertai iman artinya adalah punya pengharapan. Disertai iman percaya bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik. Jangan ngotot pasang target tetapi hal yang paling esensi dalam beriman adalah bisa mengucap syukur dalam setiap kemajuan, dalam setiap keadaan yang Tuhan izinkan terjadi dalam anak anak kita yang notabene adalah titipan Tuhan

Punya anak SN yang ada dibenak kita harus punya uang yang banyak untuk biaya diagnosa, terapi, sekolah yang mahal, pengasuh , pendamping/terapis dan masih banyak lagi daftar pengeluaran yang sudah terpampang di hadapan kita sebagai ortu. Pastilah stress kalau seandainya semua biaya yang kita bayangkan itu di luar kemampuan kita. Kamipun mengalami hal serupa, tapi kami mau katakan UANG bukan segalanya sekalipun memang perlu biaya.

Sebetulnya yang lebih penting adalah Cinta Kasih dan kepedulian orang tua dan keluarga memberikan sumbangsih yang paling besar dalam pemulihan anak SN. BerIMAN, berHARAP dan berSERAH di dalam KASIH Tuhan akan memenuhi segala kebutuhan yang kita perlukan lebih dari sekedar uang. Jangan pernah berpikir kalau punya uang banyak baru bisa mengatasi masalah anak SN, dan kalau tidak
punya uang banyak maka tamatlah semuanya.

Memang sebagai ortu tugas kita adalah berusaha semampu kita. Kalau dikaruniakan banyak uang ya tidak ada salahnya melakukan tindakan medis, terapi yang terbaik karena secara keuanganan tidak ada masalah. Sebaliknya bagi ortu yang masih harus menyesuaikan pengeluaran, jangan kecil hati sebab kamipun ada di dalam kelompok ini. Mari kita ber IMAN bahwa Tuhan akan memenuhi segala kebutuhan kita. Tuhan punya banyak cara untuk menjawab doa-doa umatNYA yang percaya, berharap dan mengasihiNYA. Semua ini bukan cuma ngomong aja, karena kami sudah mengalaminya.

Anak kami Yansen saat ini telah tamat SD umum dan pada saat menulis artikel ini dia sudah masuk kelas 1 SMP Umum. Ketika kami bertanya kepadanya bagaimana sekolah SMP? Apakah susah?. Jawabnya ngak sih tapi buku pelajarannya banyak!, Memang itu MASALAH pendidikan formal kurikulum di Indonesia. Terlalu rumit untuk anak SN. Kalau ada kurukulum yang disesuaikan minat dan kemampuan yang terarah itu lebih baik bagi anak SN agar tidak terlalu terbeban dengan pelajaran yang tidak diminati.

Terima kasih buat semua pihak yang turut mendukung dan peduli atas kemajuan anak kami. Semoga Tuhan membalas semua jerih lelah setiap umatNya.

Kepada semua ortu yang punya anak special, biarlah apa yang kami alami boleh menjadi berkat bagi yang lain untuk tetap berharap kepadaNya yang senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita umat yang mengasihiNya.

saat anak autis memasuki masa puberitas

Beberapa bulan menjelang ujian akhir usia anak kami hampir genap 12 tahun. Dia selalu ingat hari jadinya dan minta dibelikan kue tart Ultah, dan tepat tgl 19 Mei 2006 kami rayakan sederhana di rumah. Kami baru sadar anak kami sudah menginjak remaja, dimana sudah terjadi perubahan secara fisik secara alami. Suarapun berubah, dimana bagian alat kelaminnya sudah mulai tumbuh bulu halus.

Kami mulai mengajarkan Yansen tentang pertumbuhan seorang anak menjadi remaja dan ciri ciri yang terjadi pada dirinya. Satu hal yang berhasil adalah Yansen mulai mengerti bahwa dia bukan anak anak lagi. Ini bisa dibuktikan saat kami mengajarnya harus menutup alat kemaluannya dengan handuk saat keluar dari kamar mandi. Selama ini memang Yansen sudah biasa mandi sendiri tetapi kadang kadang masih suka nyelonong keluar bugil untuk mengambil sesuatu, eh ternyata sekarang dia ngerti dan ngak pernah lagi nyelonong bugil. Kami hanya perlu beberapa kali ingatin bahwa dia sudah remaja, jadi alat kemaluan jangan dipamerkan. Namanya alat kemaluan jadi malu kalau sampai terlihat orang lain, itu tidak sopan, dan ternyata berhasil.

Dan ketika Yansen melihat kakaknya yang cewe mengalami pertumbuhan di dadanya,
diapun bisa tanya Kok ciecie ada nen nen ya??. Kami beri penjelasan, kalau perempuan akan tumbuh dadanya sebagai bagian tubuh wanita yang nanti menjadi tempat produksi susu. Yansen kan dulu minum susu mama juga ayo ingat ngak?? Yansen tertawa cekikikan, mungkin lucu menurut pikirannya.

Kami sangat paham tidak gampang untuk mendidik seorang anak SN yang sedang menginjak masa puber. Perkembangan hormon dalam tubuhnya yang menyebabkan perubahan yang drastis, sehingga banyak hal yang dia ingin tahu dan dia mulai cari tahu. Mulai dengan memegang-megang alat kelaminnya yang mulai membesar ukurannya. Selama dia tidak memamerkan di tempat umum kami tidak kawatir dengan kelakuannya sebab kami anggap wajarlah mungkin dia sedang bergejolak akibat pertumbuhannya, dimana mukanya pun mulai tumbuh jerawat.

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah Yansen mulai suka memeluk teman temannya yang laki laki, bahkan dia mulai tertarik dengan lawan jenisnya. Orang orang yang melihat tingkah lakunyapun berkomentar, wah Yansen lagi puber nih, makanya yang mengawasinya agak kewalahan. Di sekolahnya ada beberapa orang teman yang suka diganggu, maksudnya kalau ketemu dia mau peluk. Ada anak laki laki namanya Hendrik, orangnya gemuk dan rupanya Yansen suka peluk dia karena Hendrik risih tetapi tidak bisa tegas menolak saat Yansen mendekat kepadanya maka dialah yang jadi objek mainan Yansen tiap hari. Kabarnya Hendri cengeng beberapa kali sampai nangis. Dan kalau yang wanita yang Yansen suka itu Desy. Kalau ketemu, Yansen pasti mendekati dan mau pegang pegang dan reaksi Desi, saat Yansen mendekati dia adalah: iyiiiieee sambil menghindar. Rupanya Yansen suka dengan sikapnya dan respon iyiiiee nya sambil menghinda itu. Kedua orang anak itulah yang paling banyak diganggu dan untung tidak satu kelas.

Kami mulai menyelidiki dan guru-gurupun tahu kok aneh Hendrik dan Desi yang menjadi sasaran Yansen, sedang yang lain tidak. Akhirnya kami ketemu jawabannya rupanya yang lain kalau Yansen coba peluk atau pegang, mereka TEGAS menolak dan berkata: “hus jangan ganggu!!” hasilnya Yansen mundur dan cari sasaran yang lain, sedangkan respon Desi tidak tegas sehingga Yansen ingin mengulangi terus.

Karena mama Yansen yang sehari-hari menemani di sekolah, maka semua informasi dan laporan datang kepadanya, maka mamanya mulai memberitahukan cara untuk menolak Yansen kalau dia coba mengganggu. Harus TEGAS dan Yansenpun kami tegur dan ingatin terus untuk bersikap sopan dan tidak mengganggu yang lainnya, akhirnya berhasil dan belakangan Desi dan Hendrik sudah tidak pernah diganggu lagi.

Selanjutnya Yansen mulai tertarik bagian tubuh wanita terutama bagian pegunungannya. Mungkin dia terobsesi beberapa kali pernah menyenggol nen nen mamanya saat mau tidur dan dia berkomentar nen nen mama lembut ya. Yansen masih tidur sekamar dengan kami padahal kami sudah buat kamar untuk dia, tapi dia ngak mau tidur di kamarnya sendiri. Ketika kami tanya alasannya dia jawab kayak penjara. Memang kecil ukuran 1,8 X 2,2 M hanya muat ranjang single yang ada lemari dibagian kepalanya dan meja belajar,dan kalau dia duduk di ranjang langsung berhadapan dengan meja belajar. Sadar anak kami sedang puber maka kami harus extra hati hati dalam melakukan segala sesuatu di rumah. Pernah kepergok Yansen mengintip PRT mandi di ruang cuci pakaian, memang pintu ditutup tapi Yansen rupanya mengintip di balik hordeng. Kami sudah berkali kali melarang Mbaknya mandi disitu tapi dicuekin dan setelah itulah kami benar-benar melarang PRT mandi disana. Pernah juga Yansen yang menunggu giliran mandi, karena terlalu lama menunggu menggedor pintu kamar mandi dimana ciecienya sedang mandi. Tiba tiba pintu terbuka dan sempat terlihat Yansen dan berkomentar nen nen ciecie, sambil cekikikan.

Mulai saat itulah Yansen terobsesi dengan bagian pegunungan seorang wanita. Di sekolah ada temannya yang pernah dipegang-pegang Yansen bagian gunungnya, setelah kami dapat laporan dari teman cewenya itu, kami sudah berusaha mengajar Yansen tentang alat alat reproduksi seorang wanita termasuk fungsi payudara dan bagaimana sopan santun untuk tidak boleh menyentuh bagian tubuh seseorang terutama bagian yang sangat sensitif karena tidak sopan.

Dan untuk anak SN harus diingatin terus, berulang ulang. Dan sulitnya di depan kami saat kami ajarkan dengan sabar dan lembut, Yansen responnya manis: “ya, Yansen tidak lakukan lagi.” tapi dia bisa ulangi lagi dan ulangi lagi. Makanya kami HARUS TEGAS dan agak dikerasin (tidak bisa longgar).

Yansen bahkan makin tertarik melihat penampilan seorang wanita. Hal ini bisa kami lihat dia selalu memilih baju tidur untuk mamanya. Tiap hari sebelum mamanya mandi dia sudah siapkan, mama pakai baju ini, kemudian senyum-senyum puas kalau mamanya memakai pilihannya. Karena kami melihat tingkat lakunya sudah seperti seorang pria dewasa, maka kami memutuskan Yansen tidur sama papanya dan ciecienya tidur dengan mamanya. Untuk menghindari obsesinya tentang payudara seorang wanita yang mungkin tidak sengaja tersentuh atau terlihat olehnya.

Kemudian saat yang ditunggu anak-anak kelas 6 tiba yaitu Ujian Akhir Sekolah. Persiapan Yansenpun seadanya, karena obsesinya tentang nen nen tadi sangat mengganggu konsentrasi belajarnya. Sering kalau dia ingat dia nyeletuk nen nen si anu nen nen si anu lalu tertawa meresapi apa yang sedang dia imajinasikan.

Hal itulah yang kami tidak mau, dia ada didalam dunianya sendiri dan kami berusaha supaya Yansen tidak terlarut dalam dunianya. Untung saat ujian Yansen bisa mengerjakan soal-soal dengan baik sesuai dengan waktu ditentukan. Kami menjanjikan Reward Kalau lulus, Yansen boleh ke Palembang.

Ada cerita lucu saat ujian matematika. Karena yang jaga bukan guru dari sekolahnya, maka merekapun tidak kenal Yansen. Ceritanya waktu ujian mat habis dan bell berbunyi Yansen nyeletuk belum selesai dan dia bertahan di mejanya dan terus menyelesaikan. Guru pengawas akhirnya memberi waktu 5 menit tetapi akhirnya wali kelasnya masuk dan mengambil kertas ulangan yansen untuk diserahkan kepada pengawasnya. Terakhir guru pengawasnya tahu Yansen anak SN, mereka paham dan berkenalan dengan Yansen.

Sebelum libur sehabis ujian, sekolahnya mengadakan perpisahan di Taman Cibodas Puncak dan acara Happy ending ini diikuti seluruh murid. Ada beberapa ortu murid ikut termasuk mamanya Yansen. Acara perpisahan ini menorehkan memori yang indah dimana anak-anak terlepas sesaat dari beban belajar dan boleh santai. Dan saat malam api unggun mereka saling merangkul dan saling minta maaf. Yansenpun bisa minta maaf kepada Hendrik dan Desi yang selama ini selalu diganggu dan mereka semua bebaikan dan menerima Yansen dengan suka cita, bermain dan berfoto bersama.

Ada yang mengagetkan, saat Yansen berjalan bersama mamanya didaerah perbukitan taman cibodas sambil berangkulan, ada pengunjung yang nyeletuk: “rasanya dunia ini milik berdua.” jadi mereka mengira Yansen sedang berpacaran dan mamanya adalah pasangannya. Memang ternyata Yansen sudah besar dan lebih tinggi dari mamanya, dan waktu berlalu tak terasa. Anak kami Yansen tumbuh menjadi seorang remaja.

Pada saat libur seminggu sebelum ke Palembang, pas malam minggu Yansen mengajak main ke Time Zone. Karena sudah lulus dan tinggal menunggu cap 3 jari untuk ijazah, maka saya setuju malam itu boleh ke mall sekalian makan malam dan kemudian anak-anak main Time Zone. Siangnya, mamanya laporan kalau tadi Yansen ngomong nen nen mbak Karni dan memegang payudara PRT tersebut, makanya sebelum berangkat ke mall saya panggil Yansen: “sini sen tadi Yansen berlaku kurang sopan sama mbak Karni. Boleh ngak Yansen lakukan?” jawabnya: “ngak lagi”. Terus saya bilang minta maaf sama mbak Karni, dia nurut dan lakukan, maafin Yansen ya mbak. Terus saya ngomong:”Janji Ya sen Papa ngak mau Yansen ngomong nen nen siapapun dan jangan pegang-pegang nen nen siapapun, nanti papa hajar kamu”. Dan mamanya tambahin kalau ngomong-ngomong nen nen lagi ngak jadi ke Palembang. Jawabnya manis:”ya Yansen ngak lagi”. Dia tambah lagi harus kendalikan diri dan harus sopan. Cobaaa jawabannya kan manis sekali.

Pada saat perjalanan ke mall, eh ternyata Yansen ngomong lagi nen nen mbak karni, sambil ketawa. Kami kembali menegurnya. Kalau Yansen belum bisa mengendalikan diri kita pulang, tidak usah ke Time Zone. Kemudian Yansen jawab ngak lagi, tidak boleh ngomomg nen nen ,ngak sopan ya.

Nah saat kami jalan-jalan di mall setelah makan eh rupanya Yansen teringat lagi obsesinya tadi, dia nyeletuk, nen nen mbak karni, sambil tertawa tawa, nen nen Novi, sambil cekikikan asik sendiri. Makanya mamanya tegur dia, kok ngomong nen nen lagi? kan yansen sudah janji, awas kalau ngomong lagi mama jewel mulutnya.

Ternyata ngak lama kemudian dia ulangi lagi, ngomong lagi sambil tertawa. Karena dilarang tidak bisa, akhirnya mamanya mencubit pipinya. Reaksinya dia malah melawan dan dengan gregetan mau balas dan menjamah nene mamanya sambil meremes. Saat itu tangannya ditepis mamanya, kemudian berkata ke Palembang batal saja. Melihat mamanya marah Yansen minta maaf dan mencoba menawar hukuman lain tapi ke Palembang jangan batal. Mamanya bilang tidak bisa, dan kami memang
sepakat kalau mama bilang tidak bisa kemudian si anak berpaling kepada papanya jawabannya sama. Kasus ini sekaligus menjadi test case untuk membaca kemampuan berpikir yansen, ternyata otaknya jalan, dia kemudian mengajukan penyelesaian kasusnya karena merasa bersalah, dan berkata ke Palembang jangan batal, hukum yansen saja pa. Dan kami harus tega untuk melakukan hukuman lain itu.

Sebenarnya kami memang tidak bermaksud membatalkan perjalanan ke Palembang karena itu janji kami kalau Yansen lulus. Tapi karena Yansen berbuat aneh aneh kami coba ancam dia dengan hal lain. Tetapi setelah menginjak umur 12 tahun ancaman tidak mempan lagi, bahkan Yansen bisa nego memilih dihukum daripada membatalkan apa yang menjadi keinginan favoritnya.

Sampai saat ini kami masih terus belajar untuk dapat mendidik anak kami dengan baik. Bagaimana mendidik anak spesial kami saat bertumbuh menjadi remaja, apalagi menghadapi masa pubertas. Kami baru sadar hukuman fisikpun tidak efektif lagi, bahkan Yansen punya senjata untuk meluluhkan hati kami saat kami mau menghukumnya.

Ketika tiba waktunya berangkat ke Palembang, maka saya mempersiapkan tiket untuk 3 orang mama, Yansen dan Yani serta ikut pula ketiga sepupunya 3 orang. Yansen dapat menikmati liburannya selama 2 minggu di kampung mamanya dan kembali ke Jakarta menjelang masuk Tahun ajaran baru dimana Yansen terdaftar sebagai murid kelas 1 SMP.

Dinamika perkembangan anak autis saat kelas 5 SD baik jasmani, jiwani dan rohani.

Saat yansen kelas 5 secara fisik pertumbuhannya cepat sekali, bahkan tingginya mencapai 165cm dengan berat 65 kg, jauh melebihi mamanya. Makannya kuat sekali karena asisten khusus mamanya yang mengurus Yansen memberi makan pagi, di sekolah istirahat 1 dikasih snack, istirahat ke 2 dikasih makan bekal yang dibawah dari rumah, pulang sekolah dikasih makan lagi, malam sekali lagi …….
Kalau ngak diketatin bisa tak terbendung, makanya mamanya mengetatkan makanannya, pagi minum jus buah yang dirotasi, siang kalau sudah makan di sekolah, pulang sekolah tidak makan, dan malam baru dikasih makan lagi. Menu tetap menghindari casien, gluten, pewarna, pengawet, pelezat, gula pasir, dkknya. Hasil dari pengetatan makanan nyata sekali. Yansen menjadi langsing, tidak gendut kayak papanya.

Kematangan secara jiwanipun juga terlihat baik pikiran, perasaan dan kehendak. Bisa menerima logika, sebab akibat, tidak bertahan pada kehendak sendiri, bisa menerima alasan yang lawan bicara sampaikan, dan tidak ngamuk lagi bila sesuatu yang dia mau tertunda kalau alasannya bisa diterima. Contohnya saat frekwensi makanan dikurangi, Yansen responnya bagus, malah sering dia pakai alat jogging di rumah dan berkomentar Yansen mau langsing ya, wih sudah tahu penampilan rupanya anak kami yang special ini.

Secara rohanipun perkembangannya cukup baik, Yansen sudah bisa mimpin doa di depan kelas. Sebelum makan dia kami ajarkan berdoa agar Tuhan menguduskan makanan dan minumannya, mensyukuri setiap berkat yang diterimanya sebab kalau Yansen minta sesuatu yang nilainya agak besar kami minta dia berdoa dulu, dan kalau mimpinya tercapai bisa mengucap syukur dan terima kasih kepadaNya. Kalau dia sakit atau sedang ada problem, Yansen bisa berdoa minta kesembuhan dan minta pertolongan Tuhan, bahkan kalau ortu sakit, atau guru gurunya sakit sering kali minta Yansen yang doakan, dan terkadang tanpa kita minta, diapun bisa berdoa Tuhan sembuhkan mama, kalau mamanya bilang mama sakit, tidak bisa temanin Yansen.

Kalau ada temannya yang tidak masuk, wah Yansen sibuk dan terus bertanya, kenapa si anu ngak masuk?? mulai dia cari tahu ,menghampiri meja gurunya, apakah ada surat pemberitahuan ortunya, kalau ngak dia gelisah, dan begitu sampai di rumah, Yansen langsung bikin surat pemberitahuan ditujukan kepada wali kelas atas nama ortu murid, makanya kalau ada ortu murid datang ke sekolah Yansen sering mengajak berkenalan, dengan gaya yang akrab merangkul pundaknya dan bertanya "ini mama siapa"?? dan para ortupun melayani dengan ramah, tidak heran Yansen menjadi primadona di lingkungan sekolahnya. Kalau Yansen sempat beberapa hari tidak masuk, semuanya kesepian.

Waktu naik kelas 5 yang mendampingi Yansen di sekolah adalah asisten khusus mamanya yang ditugaskan memantau semua kegiatan belajar dan tingkah laku Yansen selama di sekolah, sedangkan mama Yansen stand by dirumah karena sedang merintis usaha travel, dan ketika Yansen pulang sekolah, mamanya yang banyak mengajar yansen. Guru kelas juga hanya sempat memberikan les 2 bulan sejak naik kelas 5, sebab beliau punya waktu terbatas karena punya anak yang masih butuh perhatiannya dirumah, dan kalau yansen digabungkan les masal, dianggap tidak efisien dan mengganggu yang lain. Kalau kumpul les di rumah temannya, setengah waktu les terbuang untuk menenangkan situasi dimana Yansen suka observasi semua ruangan rumah yang masih asing baginya.

Ketika proses belajar dan mengajar baru berjalan 3 bulan saat yansen kelas 5, ternyata ada kejadian heboh lagi terulang. Kali ini Yansen tidak konsentrasi belajar, tidak mencatat topik yang sedang dibahas, PS tidak digubrisnya, dan pendamping yang diberi tugas untuk take care Yansen tidak sanggup mencairkan suasana kegalauan hati Yansen. Sejak sebelum berangkat ke sekolah sudah ada masalah, dimana ada kliping denah-denah rumah yang sedang dikumpulkan Yansen tercecer/hilang dan mulai pagi Yansen sudah menuntut dicarikan tetapi sampai mau berangkat tidak ketemu juga, maka perkara hilangnya kliping itu yang membuat galau pikirannya terbawa sampai di sekolah. Dan ketika pendampingnya dipanggil gurunya untuk menegur kelakuan Yansen yang dianggap tidak kondusif tidak berhasil, pendampingnya kemungkinan stress dan berlaku kasar kepada yansen dengan mencubitnya, maka Yansenpun bangkit melawannya. Mungkin karena panik sehingga Yansen terdorong jatuh dan
mengamuk di kelas. Suasanapun jadi kacau sehingga pihak sekolah menghubungi kami untuk membawa pulang Yansen dan pendampingnya.

Keesokan harinya kami langsung menghadap kep sek dan beliau merespon agak keras karena menilai pendamping tidak bisa menangani Yansen saat bermasalah. Setelah kami berunding saat itu juga kami memutuskan untuk selanjutnya mama Yansen sendiri yang akan mendampingi Yansen full day di sekolah. Melihat kesungguhan kami yang mau berkorban demi kemajuan anak kami, maka pihak sekolah pun sangat respek sehingga memberikan kesempatan Yansen untuk tetap belajar sampai tamat. Mulai saat itu tidak pernah ada panggilan lagi dari pihak sekolah karena mamanya terlibat langsung di sekolah. Jadi teman-teman Yansenpun jadi teman mamanya, juga guru guru dan para ortu murid menberikan dukungannya.

Sejak kejadian itu, semua masalah belajar mengajar Yansen ditangani langsung oleh mamanya dan tidak ada less tambahan sampai kelas 6 bahkan sampai tamat. Prestasi Yansen menunjukkan kemajuan, nilai-nilaipun rata rata bagus, dan semua kegiatan sekolah Yansen ikuti tanpa pernah absen. Melihat kondisi Yansen yang sudah kondusif, maka pihak sekolah memberikan kelonggaran untuk tidak perlu mendamping Yansen full day di sekolah, jadi waktu kelas 6 kami hanya mengantar Yansen pagi ke sekolah,waktu istirahat dipantau 15 menit dan menjemputnya waktu pulang. Hanya kegiatan out door yang perlu didampingi.

Kami bersyukur kepada Tuhan karena anugrahNya anak kami yang special ini bertumbuh menjadi remaja. Semua karena campur tangan Tuhan sebab kami sadar kemampuan kami sangat terbatas tetapi kami sepenuhnya bergantung kepada Tuhan, pencipta yang agung yang tidak terbatas kuasanya. Apa yang kami butuhkan, Tuhan sediakan tepat waktunya, sebab itu kepada semua orang tua yang punya anak special, kalau Tuhan titipkan anak dalam hidup kita, apapun kondisinya itu adalah anugrah dan terimalah sebagai amanah, sebab Tuhan sebenarnya lebih peduli, karena semua adalah milikNYA.

Pernah suatu ketika, karena kecapean dan hampir putus asa karena banyak masalah yang berliku-liku dalam mengasuh dan mendidik Yansen anak kami yang memang special, ketika berdoa, aku sempat berkeluh kesah:"Tuhan kenapa Engkau ijinkan anak yang special ini menjadi beban dalam kehidupan kami??”, kenapa kami harus berletih-lelah dengan perkara ini dan itu??. Tahukah apa yang Tuhan taruh dalam hatiku?, ketika saat teduh menantikan Tuhan:"itu milikKU yang dititipkan kepadamu, kapan saja Aku bisa mengambilnya kembali, bila engkau tidak mau menerimanya sebagai bagian dalam hidupmu", sejak saat itu aku kembali disadarkan bahwa kalau Tuhan beri kita anak special itu anugrah dan sekaligus amanah, itu sudah menjadi bagian dalam hidup kita, oleh karena itu bersyukurlah dalam segala hal, karena ALLAH turut bekerja. Dalam segala hal mendatangkan kebaikan bagi setiap orang yang dikasihiNYA.

Tak terasa hari hari berlalu, Yansen anak kami yang memang special itu bertumbuh. Tiap pagi aku berdoa semoga Yansen selalu diberkati Tuhan makin hari makin baik, makin besar makin baik. Dan ternyata jerih lelah dan pengorbanan kami tidak sia sia, sebab terlihat nyata banyak kemajuan yang tidak pernah kami pikirkan kini menjadi kenyataan dalam kehidupan kami. Sejak naik kelas 6, Yansen sudah bisa mengatur rumah tangga, kalau pembantu pulang kampung, maka dia mulai mengatur : siapa yang nyuci, siapa yang gosok, siapa yang ngepel dll. Begitu pulang sekolah, kalau tidak banyak PR, dia langsung cuci pakaian sekeluarga (pakai mesin cuci), kemudian sorenya dia masak nasi (pakai rice cooker), kemudian dia beri tugas mamanya gosok pakaian, dan begitu ciecienya pulang langsung dicerca,ciecie ngepel ya!. Kalau banyak PR dimana dia tidak sempat cuci pakaian, begitu saya pulang langsung dipesanin, papa cuci ya, Yansen masih mau kerjakan PR. Sebagai ayahnya maka sayapun melaksanakan tugas yang diberikan anak kami yang special itu, dan herannya tidak ada yang mengajari yansen masak nasi tapi airnya selalu pas dan nasinyapun pulen (mungkin karena dia hobby baca resep). Yang heran lagi dia bahkan bisa menterjemahkan resep bahasa Indonesia ke bahasa Inggris walaupun dalam tata bahasa yang kaku.

Hal yang masih mengganjal adalah Yansen terobsesi berat dengan alat alat elektronik, sehingga katalog hypermarket, dan carefore menjadi langganannya. Tidak heran kalau banyak kliping alat alat elektronik yang dikumpulkannya, diapun suka menggambar alat alat elektronik, dan semua merk dia hafal. Kami agak kewalahan kalau ke supersrore karena Yansen akan menghabiskan banyak waktu di counter elektronik, semua unit dilihat, diperhatikan, dicobain switch-switchnya bahkan dia membaca buku petunjuknya kalau ada. Kapan terbitnya katalogpun dia hafal, dan selalu meminta kami ambilkan kalau waktunya tiba. Kalau saya terlambat atau lupa ambilkan maka dia langsung buka website dan bilang kami lalai dia langsung mencetak semua catalog full colour, aduh……tintanya mahal.

Itulah dinamika punya anak special. Perasaan menyenangkan, menegangkan dan mengharukan senantiasa menjadi warna hidup kami. Selanjutnya kami akan menceritakan dinamika saat anak kami yang special ini memasuki masa puber dan liku-likunya.

Mengajar mengeja dan membaca untuk anak kebutuhan khusus

Saat Yansen kelas dua dan sudah memakai kaca mata, kemampuan membacanya meningkat tajam. Karena kami semua baik mama papa dan pengasuhnya selalu mengajarkannya terus menerus secara lisan untuk melatih pendengaran menangkap dikte-dikte dari gurunya. Sebab anak SN itu kalau tidak bisa mengikuti (ketinggalan satu kata saja ) saat dikte dia langsung macet dan untuk seterusnya tidak dikerjain lagi (sangat perfeksionis) karena itu dia maunya semua urut. Kalau ada yang ketinggalan dia kesel sendiri dan belum bisa meminta gurunya untuk mengulang. Apabila kemudian gurunya sadar Yansen tidak menyalin apa yang didiktenya, Yansen sudah tidak mau meneruskannya karena ketinggalan tadi. Terpaksa kemudian harus meminjam catatan temannya sehabis pulang sekolah atau istirahat (biasanya teman temannya yang melaporkan kepada pengasuh yang menunggu diluar.

Cara kami mengajarnya adalah menguraikan suku kaca dan biar Yansen yang merangkumnya menjadi kata dan diucapkannya. Misalnya kami sebut se-la-mat da- tang kemudian yansen merangkumnya menjadi kalimat sambil mengucapkannya "selamat datang". Atau yang lain kami sebut ma-ma ma-u per-gi ker-ja kemudian yansen merangkumnya dan mengucapkannya "mama mau pergi kerja".

Kalau kami mau bicara apapun kepada yansen kami pakai cara ini misalnya: mo-bil
i-tu war-na a-pa ? bacanya: (em o be i el i te u we a er en a a pe a)
yansen merangkum dan membacanya “mobil ini warna apa”.

Pokoknya tulisan apa saja yang kami temukan dalam perjalanan, kami ajarkan terus seperti itu...... Dan ternyata efektif sekali dan Yansen suka cara begitu karena dianggap sambil main tebak tebakan. Kadang kala dia yang spel uraiannya dan menanyakan kepada kami apa ituuuu? sambil ceka ka kan karena menurut dia lucu.

Sampai akhir kelas dua rupanya Yansen sudah bisa baca kalimat dengan cepat walaupun sepintas lalu misalnya dalam mobil kami suruh baca tulisan dipinggir jalan (iklan atau petunjuk jalan atau nama gerbang tol) dia respon cepat dan langsung membaca lengkap.

Hal lain yang menjadi kendala adalah rutinitas. Kami tahu bagi anak SN rutinitas itu tidak baik, tapi untuk menghilangkan itu tidak gampang. Kalaupun kami bisa melepaskan satu rutinitas akan datang lagi rutinitas lainnya. Kami sudah bisa melepaskan rutinitas Yansen untuk mengajak dia naik motor dan keliling dulu baru saya boleh pergi kerja. Atau waktu pulang kerja, dia sudah tunggu kalau papanya pulang harus ajak naik motor dulu keliling kemudian baru diijinkan masuk rumah dan dia ngak mau tahu walaupun sudah malam atau hujan sekalipun, tetapi lama kelamaan yansen bisa diberi pengertian. Pada mulanya saya sengaja pulang malam, supaya ada alasan sudah malam papa cape jadi ngak usah keliling ya?? mula mula ngak bisa tetapi lama-lama saya pakai vitamin T (Tega) walaupun dia nangis kami sepakat cuek dan akhirnya rutinitas itu terlepas juga.

Kemudian muncul rutinitas lain. Tiap sabtu mau main ke rumah omanya sebab ada peralatan elektronik yang mau dia mainkan, jadi tiap sabtu sudah jadi kebiasaan sehingga tidak bisa ditawar walaupun saya pulang malam harus ngajak dia ke rumah omanya. Pertama kami tidak bisa menghentikannya karena kalau sabtu ngak ke rumah omanya malam itu tidak bisa tidur. Bisa sampai pagi dia nuntut terus, dan apabila kami tidak turuti kemauannya, keesokan harinya dia minta harus ganti 2 kali yaitu selasa jumat coba bayangkan kami didenda....he he he

Cara kami menghentikannya :


1. perjanjian waktu, kami tetap membawanya sesuai jadwal tetapi janji dulu waktunya misalnya setengah jam dan ternyata dia bisa tepati, sebab kalau tidak ada perjanjian waktu susah sekali ngajak pulangnya karena sedang asik bermain barang barang kesukaannya.
2. kami mulai mengalihkan untuk kegiatan lain misalnya sabtu saya bawa dia renang, sampai cape kemudian kami bilang sudah cape ya kita pulang, pertama memang masih ada keinginan untuk tetap ke rumah omanya tapi lama-lama bisa hilang juga. Dan kalau dia ingat lagi mulai nuntut lagi ke rumah oma. Kalau kami melarangnya alasannya kangen sama oma dan masa yansen ngak boleh lihat oma lagi. Akhirnya kami beri pengertian lihat oma boleh tapi jangan tiap sabtu. Jadi kami membawa hari minggu atau hari lain, setelah itu baru terlepas rutinitasnya itu.

Cara mempertahankan eksistensi anak autis di sekolah umum

* mempersiapkan anak kita dengan kemampuan mengikuti kurikulum umum
* mempersiapkan mental baja orang tua sendiri (sebab kemungkinan problem
sangat potensial)
* berani membayar harga/berkorban demi kemajuan anak (siap terima kritik, keluhan,omelan)
* tetap realistis dan bisa menerima kenyataan apapun hasilnya (jangan ngotot
mau sempurna)
* menjalin hubungan baik dengan semua pihak yang berkompeten.



Setelah anak SN diterima disekolah umum, bukan berarti semua beres, justru setiap waktu selanjutnya adalah pergumulan dan perjuangan panjang untuk mengawal dari awal sampai bisa mandiri (kalau bisa), melalui jalan berliku liku, disertai cucuran keringat, urut dada, kerutan kening, muka merah, muka pucat pasi, bahkan linangan air mata.

Saat masuk SD walaupun secara akademik Yansen bisa mengikuti, tetapi tingkah lakunya yang special masih nempel. Bayangkan pertama masuk ada upacara bendera anak anak semua berbaris teratur, anak kami cuma bertahan berdiri di tempatnya sebentar kemudian keliling-keliling. Memang dia tidak ganggu anak anak yang lagi upacara tapi kelakuannya membuat kami ortunya urut dada. Bagaimana ngak? apa yang terjadi sangat mengganggu suasana. Setelah Yansen masuk kelas, kami langsung dipanggil Kep Sek. Beliau langsung bilang kalau begini terus ngak bisa nih, kenapa waktu daftarkan anak bapak ngak cerita ??? Kami jawab kan waktu itu anaknya saya bawa bapak kan sudah lihat langsung dan setelah kami diinterogasi lalu diberi kesempatan. Waktu itu saya ngomong "Pak tolong beri kesempatan belajar disini, saya jamin anak saya ini makin hari makin baik".

Hari pertama berlalu, kami masing masing pergi kerja dan Yansen ditunggui pengasuhnya di sekolah sampai pulang (selama 2,5 jam tiap hari).

Hari-hari selanjutnya adalah pergumulan kami antar anak ke sekolah tunggu
sampai dia masuk kelas. Mereka harus berbaris dulu, karena sekolahnya bukan sekolah favorit jadi agak longgar ortu boleh menunggu anaknya didepan kelas berbaris sampai masuk kelas, setelah itu kami pergi kerja dan tugas jaga Yansen didelegasikan kepada pengasuhnya yang datang ke sekolah sambil bawa makanan Yansen yang dimasaknya sendiri. Kami hanya bisa berdoa Tuhan tolong anak kami
supaya dia tidak berulah aneh aneh dan menjadi berkat buat teman temannya.
Selama bulan pertama walaupun selalu ada saja problem tapi bisa diatasi oleh pengasuhnya yang setia menungguinya.

Masuk bulan kedua ternyata terjadi penggantian guru kelas, dimana guru Yansen yang sebelumnya cuti melahirkan masuk kembali dan beliaulah yang memegang kelas Yansen. Jadi suasanapun berubah lagi, hanya seminggu beliau berhadapan dengan Yansen dia ngak tahan karena belum paham kespesialan anak kami. Kabarnya sampai menangis karena tidak bisa menegor Yansen sebab dia cuek sekali dan tidak takut sama guru. Jadi kamipun kembali dipanggil Kep Sek dan berserta gurunya, inti pembicaraan kami diminta untuk cari sekolah lain, tapi kami ngotot dan bertahan dengan sejumlah argumentasi. Dan untuk kedua kalinya kami diberi kesempatan. Tetapi begitu masuk bulan ketiga gurunya ada masalah lagi. Alasannya Yansen sering keluar kelas pada saat pelajaran dan itu kenyataan yang kami tidak bisa sangkal. Karena begitu tugas yang diberi selesai dikerjakan dia pasti ngak betah duduk manis dan kejadian meninggalkan kelas tidak bisa dicegah.

Dipicu oleh masalah Yansen yang ngamuk karena diganggu anak anak yang nakal dan usil yang mengakibatkan Yansen berteriak teriak di kelas, ,maka kamipun dipanggil untuk ketiga kalinya. Dan kali ini pihak sekolah sudah sepakat meminta kami pindah begitu caturwulan pertama, dan pihak sekolah bersedia mengembalikan uang pangkal yang pernah bayar.

Waktu kami menghadap sidang guru-guru dan Kep Sek, kami menolak dipindahkan
catur wulan 1 dan kami minta diberi kesempatan sampai satu tahun dengan kesepakatan kalau Yansen bikin masalah sebelum tahun pelajaran berakhir tidak ada kompromi lagi. Dan kamipun menerima syaratnya walaupun dengan linangan air mata.

Hal yang bisa kami lakukan adalah berdoa, berdoa dan berdoa tidak ada yang lain, dan disini kami saksikan bahwa kuasa doa itu dasyat. Tuhan mendengar doa-doa kami, kemudian membuka jalan dimana kami bisa menjalin hubungan dengan wali kelasnya kami ke rumahnya, dan meminta beliau memberikan les kepada Yansen sehabis pulang sekolah, dan mengambil tempat di rumah kami dan ternyata gurunya senang. Anak anak yang lain juga ikut les dirumah kami dan hubungan baikpun terjadi antara kami, gurunya dan juga teman temannya,bahkan dengan sesama orang tua murid karena sering antar anak ke rumah kami.

Tuhan itu baik. Untuk selanjutnya Yansen menjadi primadona di sekolahnya. Dia dikenal tidak hanya teman-teman kelas satu tetapi semua murid kenal Yansen dan mau bersahabat dengannya, mau membantunya,dan menjaga orang yang mau mengganggunya bahkan guru-gurunya semua senang dengan anak kami. Mereka berebut minta cium kalau Yansen masuk ke kantor guru. Sampai-sampai ada orang tua yang bertanya apakah Yansen itu cucunya yang punya yayasan kok bebas keluar masuk kantor guru dan semua guru mengenalnya dan memperlakukan dia dengan baik. Akhirnya guru gurunya mengerti bahwa yang bermasalah itu bukan Yansen tetapi ada anak anak yang nakal yang suka ganggu Yansen sehingga dia bisa ngamuk dan berulah dikelasnya.

Karena kemurahan Tuhan, Yansen diberi kemampuan akademis bahkan untuk pelajaran tertentu dia lebih unggul dari teman temannya. Ditambah hubungan yang baik antara kami dan guru-guru, maka Yansen diberi kesempatan tetap belajar disekolahnya.

Memasukan anak autis ke SD Umum

Peraturan Depdiknas tidak mensyaratkan penerimaan anak SD dengan ijazah TK. Tetapi TK sangat penting apalagi buat anak anak SN yang mau sekolah umum, sebab waktu TK lah pondasinya dibangun, bukan nilai akademiknya saja tetapi perkembangan daya pikir, perkembangan daya cipta, pengembangan dan pembentukan prilaku, perkembangan kemampuan dasar berbahasa dengan menyanyi, ketrampilan motorik halus dengan menempel gambar, menggunting dsb. juga keterampilan motori kasar dengan melompat, main plosotan dll. Semua itu termasuk terapi karena anak kami tidak ikut terapi khusus, jadi waktu di TK itulah kami anggap sedang terapi dan saya lihat banyak kemajuan yang dicapai sebagaimana yang ditulis dalam Laporan Perkembangan Anak Didik Taman Kanak Kanak setiap caturwulan/semester.

Sosialisasi juga bagus sebab waktu TK B Yansen sudah kenal nama nama temannya juga guru-gurunya, bahkan waktu Yansen Ultah ke 6 gurunya meminta dirayakan bersama-sama teman TKnya dan tempatnya disekolah. Di akhir acara ada foto bersama yang menjadi kenangan manis.

Waktu TK B Yansen sudah bisa matematika sederhana yaitu menjumlah dan
mengurangi yang juga diajarkan lewat gambar (mis 3 buah apel + 4 buah apel =
..........apel). Yang saya lihat anak kami sangat kuat memorinya jadi untuk
matematika dia jago. Untuk dikte satu kata bisa diikuti tapi kalau dikte kalimat ampun belum bisa. Bagaimana dengan tes IQ? Wah sulit sebab banyak perintah yang tidak diikuti, jadi hasilnya kecerdasan hanya 61 dan tes ke dua nilai kecerdasan 88.
Untuk anak SN tes IQ jangan jadi barometer, dan yang penting bisa ikuti dulu, dan ada kemajuan dan saya setuju sama ibu Ita jangan ditargetin nanti anak stres dan ortupun stres bisa berabe....kate orang betawi......

Tiga bulan menjelang masuk SD kami mulai persiapkan Yansen. Kami coba bawa
ke dr Dwijo di RS Graha Medika jadi setelah divonis autis oleh dr HP waktu umur 3 tahun kami ngak pernah bawa Yansen ke dokter sampai menjelang 6 thn kurang 4 bulan kami konsultasi dengan dr Dwijo. Melihat kemajuan Yansen Dr Dwijo menyarankan ikut terapi perilaku di kelompok smart miliknya waktu itu masih
di tanjung duren dan hanya 3 bulan terapi disana seminggu 3x, setelah itu kami kembali ketemu dr Dwijo dari hasil terapi yang telah dilaporkan kesimpulannya Yansen sangat banyak kemajuan. Puji Tuhan tidak ada yang mustahil bagiNya.

Walaupun demikian tidak berarti semua beres sifat autistic yang masih menempel adalah tingkah lakunya yang belum terkendali menjadi kendala dan pergumulan kami sampai hari ini (kalau masuk rumah orang ngak peduli punya siapa langsung terobos
sampai ke kamar dan semua ruangan maksudnya untuk observasi tapi melanggar
tata kesopanan). Ini pergumulan kami yang masih harus diperjuangkan. Mungkin ada yang bisa bantu kami cara terapi perilaku yang cespleng. Kalau ke supermarket barang yang diobservasi itu elektronik, semua dipegang, diperhatikan merknya, cara mengoperasikanya sambil baca manualnya bahkan kalau bisa setiap unit mau dicobanya dengan menghubungkan ke listrik dan switch on kemudian dimatikan di on lagi dimatikan, baru puas.

Waktu disodorkan formulir isian ditempat terapi, ada beberapa pertanyaan dan
yang menarik adalah pertanyaan APA HARAPAN ANDA terhadap anak anda setelah ini???? pilihannya adalah sbb:


* menjadi normal seperti anak anak umumnya
* asal bisa mengikuti pelajaran di sekolah umum
* bisa bersosialisasi dan mandiri setelah tidak didampingi ortu
* tidak mentargetkan apa apa asal ada kemajuan sebesar apapun diterima.



Mau tahu pilihan kami adalah yang a sebab kami berjalan berdasarkan imam Allah menciptakan manusia sempurna, jadi ada ketidak sempurnaan harus ditolak (ini bagian imam dari umat yang percaya kepada penciptaNya) Allah Maha Kuasa dan tidak ada yang mustahil bagiNya. Jadi kalau begitu yang tidak normal bisa jadi normal.

Hal-hal yang penting dalam hal mencari sekolah adalah sbb:


* jangan cari sekolah yang favorite karena biasanya peraturannya ketat
* cari sekolah yang cukup memadai saja, tetapi yang mau mengerti dan kerja sama
* jangan sekali-sekali berbohong tentang keadaan anak tapi jujur sajalah
* Persiapkan mental untuk menghadapi berbagai masalah yang bakal dihadapi berkaitan dengan tingkah laku anak waktu masuk sekolah umum, sebab yang namanya umum itu tidak ada perlakuan khusus.



Kalau kami waktu daftar, Yansen dibawa serta, saya tunjukin di hadapan kep-seknya, saya ceritakan anak saya aktif nanti kalau diterima saya minta duduk di depan dan diperkenalkan guru yang akan menjadi wali kelasnya. Ketika lihat Yansen gurunya itu tanya sudah bisa baca, karena dia sedang baca koran kompas. Yansen ditunjukin head linenya wah langsung dilahap sama Yansen berikut beritanya dan beliau langsung tertarik eh sudah pinter ya bacanya, sini ikut ibu terus disuruh baca yang lainnya, dikasih matematika semua bisa Yansen jawab dan tentunya diterima.

Tetapi diterimapun bukan semua mulus, sebab baru permulaan /awal perjalanan. Yang penting adalah bagaimana anak anak kita yang SN ini bisa diterima tidak hanya oleh kep sek, tidak hanya guru, tetapi juga teman teman sekelasnya bahkan orang tua murid. Itu lah MASALAH, RUMIT yang utama tentu saja.

Persiapan masuk TK anak autis

Waktu anak kami berumur 3 tahun belum bisa bicara. Setelah ketahuan AUTIS, kami mulai berpikir bagaimana mau sekolah, jadi kami memutuskan tidak masuk ke play group dulu seperti kakaknya waktu 3 tahun, tetapi kami berusaha mempersiapkan masuk TK, dan ternyata melalui pergumulan yang sudah kami ceritakan sebelumnya, menjelang umur 4 tahun semua sudah lancar, yaitu vokalnya jelas dan bahkan bisa baca dan tulis angka maupun huruf, hasil terapi sendiri melalui visualisasi, tinggal masalah tingkah laku yang belum terkendali.

Karena kami yakin anak kami secara akademis bisa, maka kami putuskan masuk TK umum. Kami cari yang paling dekat rumah, sebab kami baik papa maupun mamanya tidak bisa mendampingi waktu anak sekolah karena kami masing masing kerja. Kebetulan di sebelah rumah saya ada TK jadi kami daftarkan saja. Selain pengurusnya kenal karena tetangga sehingga pengasuhnya bebas keluar masuk untuk menemani dan mengawasi Yansen dan mengetahui perkembangannya, serta komunikasi dengan guru-gurunya pun lancar karena sudah familiar.

Jadi untuk Tk tidak ada masalah, karena bukan program sekolah formal. Makad ari itu, saran saya, kalau bapak ibu mau masukan anaknya ke TK carilah yang paling dekat rumah dan pengurusnya familiar, supaya informasi cepat sampai ke kita sebagai ortu dan kalau ada masalah cepat teratasi karena aksesnya dekat. Pengasuh Yansen bukan terapis cuma kami terus kasih input untuk penanganan anak Autis dari informasi-informasi yang kami dapat dari berbagai sumber, jadi bener-bener praktisi amatiran.

Soal makanan kami perhatikan dan menghindari gluten,casein. Vetsin sudah tidak
ada di dapur kemudian juga gula sangat mempengaruhi aktifnya anak, susu dan
terigu juga hilang dari menunya Yansen. Kami juga menghindari jajanan dan 90% masak sendiri oleh pengasuhnya, kami hanya kasih uang belanja secukupnya, kalau ada kekurangan baru ditambah, misalnya beli ayam kampung dan buah buahan.
Rupanya Yansen suka buah buahan hampir semua doyan terutama yang mahal-mahal
seperti anggur, apel, strawbery, palm, pear kecuali durian wah yang satu ini dipaksa pun akan dikeluarkan dari mulutnya.

Pada waktu balita Yansen susah minum obat, apalagi yang pahit dan pekat sekali baunya, jadi kalau deman atau pilek pakai obat sirup yang rasanya dia suka. Tidak ada suplemen yang kami kasih maupun obat penenang hiperaktif semacam risperdal atau kawanannya, DMG pernah dikasih waktu mula-mula terdeteksi atas saran dr HDP tapi itupun sudah dihentikan karena susah tidur dan tambah aktif.

Kondisi di rumah jangan ditanya seperti kapal pecah tiap hari, ngak bisa rapi sebab apa yang dikeluarkan dituang ke lantai dan tidak mau orang lain yang membereskan. Jadi harus dia yang melakukan dan pengasuhnya hanya mengawasi agar dia tidak menjamah barang yang berbahaya, sebab Yansen suka main alat listrik dan bahkan colok steker ke stop kontak. Waduh tidak gampang menjaganya, meleng dikit bisa kecolongan ha ha ha. Siapa bilang ngasuh anak SN lebih gampang hayo ???

Rutinitas menjadi bagian yang belum bisa dilepaskan waktu itu. Nyalakan AC harus dia yang lakukan, kalau ac sudah nyala dan bukan Yansen yang on kan malam itu jadi masalah. Pokoknya dia tidak bisa terima walaupun dimatikan dulu setelah itu baru dia nyalakan lagi. Maunya dari awal bagian dia tidak boleh terjamah yang lain. Coba rasakan nangisnya sampai lewat tengah malam, sampai dia cape baru tertidur. Besok ingat lagi mulai ngadat lagi. Siapa yang kuat, ayo coba satu malam saja !

Inilah sedikit menelusuri liku liku mendidik anak SN. Kadang kami merasa cape, lelah dan tidak tahu harus berbuat apa. Pada saat kondisi begini kami masuk “pemberhentian” mencari saat teduh, sehingga rohani kami dicharge untuk merenungkan Firman Tuhan yang dapat menjadi sumber kekuatan kami.

Cara mengajar pengenalan huruf dan angka pada anak autis

membagi pengalaman "bagaimana mengajar anak mengenal angka dan
huruf pada anak kami"? Setelah perbendaharaan kata bertambah, kemudian kemampuannya meningkat bisa merangkai kata misalnya mau ini, mau itu, minta ini, minta itu, mau pipis, minta minum, mau mandi dll.

Satu hal yang sangat mencengangkan daya ingatnya kuat, jadi apa yang pernah dilihat secara visual baik langsung, maupun melalui TV, bahkan sebelum bisa baca tulis Yansen sudah hafal logo-logo merk misalnya: Sanyo, Toshiba, Mitsubishi, Honda, Toyota, Yamaha, Maspion, Yongma, National.

Pada saat kami bawa ke Restoran, biasa yang dicari kipas angin, maka diapun masuk kedapur, ke ruang kasir memang repot untuk mengawasinya dan kalau ketemu alat elektronik, saya tanya ini merk apa? langsung dia jawab, Maspion. Yang lain lagi Toshiba sampai petugasnya bingung !!! ,sudah sekolah ya pak kok bisa baca??? belum mbak jawabku dia cuma hafal logo dan merknya. Aneh tapi nyata.

Kami mengajar Yansen angka dan huruf juga dengan visualisasi, caranya kami membeli angka dan huruf yang terbuat dari foam seperti bahan sandal jepit, warna warni dan bisa dipakai untuk alas duduk, dimana hurup dan angkanya bisa dicopot dan dipasang kembali. Dengan alat bantu itulah kami mengajarkan mulai angka angka dan huruf-huruf, pertama kami copot dan mengajarnya angka 1.2.3.4.5.6.7.8.9.0 demikian juga A-Z . Setelah dia sebut angkanya atau hurufnya kami suruh pasang lagi, sekalian latihan puzzel ,dan rupanya itu menarik sehingga dia cepat nangkapnya, kami kira faktornya dia bisa enjoy belajar sambil main.

Menjelang 4 tahun kami ajarkan Yansen tulis angka dan huruf yang telah dihafalnya. Pertama kami tuliskan huruf dan ada kolom yang harus dicontoh kalau belum bagus bantu pegangin tangannya bergerak pelan pelan untuk membentuk angka atau huruf.
Setelah menguasai hurup besar kami ajarkan hurup kecil, lalu meningkat jadi
memadukan suku kata, dan kemudian kata kata, jadi sebelum masuk TK Yansen dirumah sudah bisa baca suku suku kata bahkan kata kata yang sederhana dia sudah kuasai. Puji Tuhan kemampuannya terus meningkat.
Memang secara akademis sudah bagus tapi tingkah lakunya yang masih jadi masalah.

Kendala-kendala:
Perhatiannya cepat beralih, kalau lagi tidak konsentrasi susah diajari, tidak bisa duduk berlama-lama, bahkan sangat perfeksionis, semua miliknya tidak boleh hilang, hilang selembar bisa jadi masalah. Dia menjadi gelisah dan tidak bisa konsentrasi sebelum apa miliknya yang hilang ditemukan.

Rutinitas menjadi bagiannya, bahkan kalau ada keinginannya yang tidak dituruti Yansen bisa melukai dirinya, membentur kepala kelantai, atau memukul kepalanya sendiri.

Kami memang cape, untung ada pengasuhnya yang sangat sayang Yansen dan
merawatnya dengan baik walaupun tingkah lakunya kadang kadang aneh, tetapi kalau malam kami berusaha supaya Yansen tidur seranjang dengan kami supaya kasih sayang tidak beralih ke pengasuhnya. Dan yang sangat penting anak SN mendapatkan kasih sayang yang utuh dari orang tuanya yang dengan tulus mengasihinya dalam keadaan apapun.

Kami tidak pernah memberi obat penenang seperti Risperdal dan sebangsanya tetapi kalau anak saya tantrum saya bawa dalam doa-doa, dan ajaib kuasa doa dasyat sehingga kami bisa melewati masa-masa sulit bersama-sama mamanya dan pengasuhnya yang begitu sabar dan telaten. Saya percaya semua adalah campur
tangan Tuhan yang mengirim pengasuh yang tahan banting kepada kami.
Bahkan Pengasuhnya kadang-kadang melebihi kami sebagai ortu saking merasa dia punya andil ikut mengasuh Yansen dan menyayanginya sebagai anak sendiri. Kadang-kadang kami sempat khawatir kalau dia berhenti kerja, tapi akhirnya kami berbalik percaya lebih kepada Tuhan. Kalaupun dia berhenti pasti DIA buka jalan, jadi kami tidak harus stress dan enjoy aja gitu.

Apa itu "special needs"?

Anak “special need” atau anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. perilaku anak-anak ini, yang antara lain terdiri dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti pada anak yang normal. padahal kedua jenis perilaku ini penting untuk komunikasi dan sosialisasi. sehingga apabila hambatan ini tidak diatasi dengan cepat dan tepat, maka proses belajar anak-anak tersebut juga akan terhambat. intelegensi, emosi dan perilaku sosialnya tidak dapat berkembang dengan baik. oleh karena itu sangat penting untuk melakukan deteksi sedini mungkin bagi anak-anak ini.
Saat ini prevalensi anak dengan kelainan hambatan perkembangan perilaku telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan. di Penysylvania, Amerika Serikat, jumlah anak-anak autisma saja dalam lima tahun terakhir meningkat sebesar 500%, menjadi 40 dari 10.000 kelahiran. belum terhitung anak-anak dengan perilaku lainnya. sejauh ini di indonesia belum pernah dilakukan penelitian untuk hal ini. akan tetapi kita tahu bahwa faktor-faktor penyebab dari hambatan perkembangan perilaku anak lebih tinggi di indonesia dibandingkan dengan amerika serikat, maka dapat diperkirakan bahwa jumlah anak dengan kelainan ini, pasti jauh lebih banyak daripada di amerika serikat. jenis kelainan pada anak-anak dengan kebutuhan khusus ini dapat berupa Autisma Infantil (yang merupakan kelainan terberat), Asperger” Disease, Attention Deficit (Hyperactive) disorder atau AD (H)D, Speech Delay, Dyslexia, Dyspraxia, dsb.
Seperti yang dijelaskan diatas, anak dengan “special needs” jenisnya cukup banyak, akan tetapi disini kita hanya akan membahas yang terbanyak dan terberat saja, yaitu autisma infantil, asperger’s disease dan attention defecit (hyperactive) disorder. jenis lainnya bukan tidak penting, akan tetapi penanganannya tidak sesulit ketiga kelainan tersebut. hambatan bicara penanganannya tidak perlu terlalu dirisaukan, walaupun tetap perlu ditangani. tetapi anak lambat bicara sangat perlu diwaspadai sebagai autisma. carilah gejala-gejala autisma yang lain (akan saya terangkan di blog selanjutnya), bila memang tidak dijumpai, barulah kita bisa berlega hati. anak lambat belajar khusus dan anak yang kesulitan mengerjakan hal-hal praktis, memang tetap perlu diterapi, tetapi tidak harus seintensif autisma. metoda ABA sangat efektif untuk semua anak dengan kelainan perilaku ini (metode ABA akan dijelaskan di blog selanjutnya). walaupun materi yang diajarkan pasti berlainan untuk setiap kelainan.

sumber : fitrisca.multiply.com

Perhatian lebih untuk anak special needs

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi menilai anak-anak berkebutuhan khusus (special needs) di Aceh sangat membutuhkan kepedulian dan dukungan dari semua pihak terutama pemerintah daerah. Upaya ini perlu dilakukan mengingat jumlah anak berkebutuhan khusus, terutama anak autis di Aceh terus bertambah.
“Sebagian besar anak berkebutuhan khusus berasal dari keluarga tidak mampu, padahal untuk memberikan pendidikan dan terapi yang tepat untuk mereka butuh biaya yang tidak sedikit. Mendidik anak special needs butuh ekstra tenaga dan ekstra dana,” kata psikolog Anak yang akrab disapa Kak Seto itu.
Ia yakin pemerintah Aceh akan bertindak adil dalam hal pemberian kesempatan memperoleh pendidikan untuk semua masyarakat Aceh. “Tidak hanya terbatas pada memberikan kesempatan untuk anak-anak normal tapi juga untuk anak-anak berkebutuhan khusus atau special needs,” imbuh Ketua Yayasan Nakula Sadewa ini.
Ia mengaku bangga, Pemerintah Aceh melalui Wakil Gubernur Muhammad Nazar mengatakan komit mendukung keberlangsungan pendidikan anak special needs yang ada di daerah Serambi Mekkah ini. “Saya senang sekali berkesempatan berbincang dengan Wakil Gubernur Aceh saat dijamu makan malam di rumahnya. Beliau mengatakan komit mendukung dan menangani pendidikan anak berkebutuan khusus di Aceh. Ini perlu mendapat apresiasi, ternyata sudah ada niat dan langkah serius dari pemerintah daerah untuk menangani pendidikan anak special needs,” katanya.
Pada sesi audiensi dan makan malam yang difasilitasi di Rumah Dinas Wagub Aceh tersebut, Kak Seto juga mendengarkan Muhammad Nazar mendeklarasikan bahwasanya Pemerintah Aceh akan memberikan bantuan pendidikan bagi sekolah My Hope melalui APBA tahun 2010.
Pemerhati masalah anak-anak ini juga mengaku gembira mengetahui Darwati A Gani sebagai istri Gubernur Aceh memberi perhatian khusus membuka seminar nasional tentang anak special needs pada Rabu (28/10) lalu. “Bagi saya, keterlibatan Ibu Darwati A Gani, sebagai Istri Gubernur Aceh, Ibu Illiza sebagai Wakil Walikota Banda Aceh, dan pihak dari Dinas Pendidikan Aceh dalam serangkaian proses penggalangan bantuan pendidikan ABK, menjadi angin segar bagi orang tua dan anak special needs Aceh. Mudah-mudahan dukungan seperti ini terus mengalir dan terealisasi,” harapnya.

sumber : www.serambinews.com

Penyebab anak special needs

Suatu fenomena aneh terjadi saat ini, dimana banyak anak-anak jaman sekarang menderita autisme (add- attention defisit disorder, adhd-attention defisit hyperaktive disorder.
Saya lalu berusaha mencari penyebabnya, berdasarkan banyak informasi yang saya peroleh, baik dari media maupun orangtua penderita langsung, maka saya mencoba memberikan masukan tentang faktor penyebabnya, memang masih harus dibutuhkan penelitian dari para ahli lebih lanjut tentang sahih atau tidak sahihnya faktor penyebab ini.
Faktor-Faktor Penyebab Anak menjadi penderita Autisme ( ADD, ADHD, Asperger):

1.Tambalan gigi ibu hamil
KADAR TIMBAL TINGGI
Banyak dari anak penderita add/adhd memiliki kadar timbal yang lebih banyak dari anak-anak lain yang menyebabkan berubahnya susunan dan fungsi sel otak.
hal itu dipengaruhi karena kandungan timah/ logam yang ada dalam tambalan gigi si ibu, memang tidak semuanya tambalan gigi memakai unsur logam tapi hal itu
perlu ditanyakan kepada dokter gigi yang bersangkutan.

2. KAndungan Nutrisi dalam SUSU – AHA, DAH, FOLAT dan unsur lain…
Memang sepertinya kita ingin bayi kita pintar dan sehat… tapi ada penelitian yang mengatakan bahwa kandungan ini malah memicu terjadinya perubahan sel dalam otak anak tersebut. Bukannya anak kita malah jadi tidak boleh minum susu, tapi diperhatikan dulu apakah memang ada kegunaannya susu-susu mahal itu.

3. Kandungan CO2 dalam udara
Bagi para ibu hamil dan menyusui disarankan untuk memakai masker atau setidaknya menutup hidung ketika memasuki kawasan berpolusi.

4. PRODUK KOSMETIK PEMUTIH WAJAH DAN KULIT segala jenis
Maaf kepada pencinta kulit putih dalam kosmetik mu pasti ada mercury nya walaupun itu kadarnya 0,00001 persen, jangan langsung percaya produk, lihat dan teliti.

5. KADAR STRESS Ibu yang mengandung
Hendaknya kadar stress dapat dijaga.

6. Pola makan dan kebiasaan makan yang buruk

7. Kesalahan Pola Asuh Anak

8. Keterlambatan Terapi
Orangtua menganggap anaknya normal-normal saja dan tidak mau mendengar keluhan guru tentang anaknya. Merasa malu jika anaknya harus diterapi padahal hal itu
sangat dibutuhkan oleh si anak.

sumber : www.sabdaspace.org

Pendidikan inklusif untuk anak special needs

PERHATIAN pemerintah terhadap anak berbakat khusus atau yang lebih dikenal dengan sebutan anak pengidap autisme belakangan ini cukup baik. Hal itu setidaknya dapat dilihat dari kebijakan Departeman Pendidikan Nasional yang mengizinkan Muhammad Amar (12) mengikuti pendidikan inklusif dan sekarang mengikuti ujian akhir sekolah, 6-11 Juni 2005, di SDIT Al Irsyad 2, Purwokerto.
Izin khusus buat Ammar untuk mengikuti ujian khusus itu saya peroleh dengan susah payah, setelah menempuh berbagai jalur birokrasi di Departemen Pendidian Nasional di Jakarta. Alhamdulillah, perjuangan itu membuahkan hasil dan Ammar menjadi satu-satunya anak autistik di Indonesia yang bisa mengikuti ujian akhir sekolah tahun ini dengan didampingi guru pendamping khusus.
Tanpa guru pendamping, Ammar tak bisa mengerjakan soal ujian. Agar dia bisa menggarap soal, guru pendamping harus membacakan soal dan pilihan jawaban. Setelah itu Ammar diberi tugas memilih salah satu jawaban yang benar. Sungguh luar biasa.
Kita tahu “autisme” berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri. Leo Kanner (1943) mendefinisikan anak autistik adalah anak yang seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Dunia berporos pada dirinya dan dia cuek terhadap lingkungan.
Penyebab autisme secara medis adalah kelainan pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus toksoplasma rubella, cymetalogi, jamur kandida, atau herpest. Penelitian terbaru menyebutkan, ada gangguan pencernaan seperti ketidakmampuan mencerna susu sapi dan tepung terigu dengan baik.
Berdasar penelitian S Harris (1989), anak penderita autisme mempunyai beberapa ciri khusus yang bisa dikenali, misalnya tak mau dipeluk, tidak ada kontak mata dalam berkomunikasi, sangat reaktif bila rutinitas berubah, dan suka mengeluarkan kata-kata tertentu berulang-ulang, serta tak peduli pada keadaan sekitar. Bila capek sering mengalami tantrum, yaitu marah secara tak terkendali.
Dalam lingkungan kita sehari-hari mungkin sering ada anak bandel, nakal, dan kerap mengganggu teman-temannya di ruang kelas. Anak yang sering tinggal kelas juga bisa masuk dalam kategori autistik.
Apakah anak autistik dan yang tinggal kelas termasuk anak bodoh? Belum tentu. Anak autistik terbagi menjadi tiga kelompok, yakni IQ rendah, sedang, dan tinggi.
Prof Dr Utami Munandar (1995) telah meneliti anak-anak yang tinggal kelas di berbagai tempat di Indonesia. Hasil penelitian itu mengejutkan sekali. Ternyata 90% anak tinggal kelas termasuk anak yang sangat pandai. Begitu pula anak autistik. Kebanyakan bahkan sangat pandai. Albert Einstein, Picasso, dan Thomas Alfa Edison ketika duduk di bangku sekolah termasuk anak bermasalah dan mereka pengidap autisme.
Mereka tinggal kelas karena tak memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan. Anak autistik butuh pendamping dan perhatian khusus agar bisa belajar dengan baik.
Orang tua yang dianugerahi Allah dengan anak autistik tak perlu kecewa. Karena, itu bila ditangani secara benar anak-anak itu akan menjadi besar dan siapa tahu menjadi brilian seperti Einstein.
Sebagai orang tua yang kini berjuang mendidik anak autistik, saya hanya bisa berharap pemerintah, terutama Dinas Pendiikan Nasional Kabupaten Banyumas, memberikan perhatian serius terhadap anak-anak berbakat istimewa itu. SDIT Al Irsyad 2, Jatiwinangun, Purwokerto, merintis pendidikan inklusif sejak tahun 2000 dan kini mendidik 21 anak autistik. Itu merupakan sekolah inklusif pertama di Tanah Air dan terbaik di Indonesia. Sejumlah tokoh pendidikan di Jawa Tengah pun telah banyak belajar mengenai pendidikan inklusif di sekolah itu.
Pendidikan inklusif masih terlalu sendikit di Indonesia dan penanganannya pun belum memuaskan. Pendidikan inklusif di negara-negara Skandinavia telah berhasil dan banyak ditiru di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pengertian pendidikan inklusif adalah anak-anak special needs diberi kesempatan sekolah bergabung dengan anak-anak normal. Dengan memasukkan mereka ke sekolah umum, anak autistik akan mudah bergaul dan bisa belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dan anak-anak normal pun bisa memahami teman yang menderita gangguan autistik, sehingga terjadi hubungan timbal balik yang menguntungkan dan toleransi di antara anak-anak lebih menonjol.
Pendidikan inklusif sangat baik untuk menolong anak-anak kita yang berbakat istimewa itu. Untuk mendidik mereka perlu bantuan pemerintah sebagai penyedia sarana pendidikan, orang tua, dan guru.
Orang tua dan guru harus menyatu, karena setiap anak membutuhkan kurikulum dan pendekatan berbeda. Satu anak harus didampingi satu guru pendamping. Itu tentu membutuhkan biaya tidak sedikit. Namun dengan kerja keras orang tua dan bantuan semua pihak, masalah tersebut tentu dapat diatasi.
Pendidikan anak berbakat dan inklusif termasuk baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kita mesti banyak belajar dan berguru pada negara lain yang lebih maju. Populasi anak autistik setiap tahun terus bertambah. Di Indonesia sekarang 2% dari jumlah penduduk.

sumber : www.suaramerdeka.com

Gaya belajar anak kebutuhan khusus

Sama seperti layaknya anak-anak ‘normal’ lainnya, anak-anak dengan “special needs” juga berhak untuk memperoleh pendidikan. Walaupun mereka memiliki hambatan-hambatan maupun kekurangan-kekurangan, hal ini sebaiknya bukan menjadi alasan untuk tidak memperhatikan kebutuhan belajar mereka.

Sebagian anak dengan gaya belajar, bakat, karakteristik yang unik memerlukan pembelajaran dengan pendekatan individual. Hal ini berlaku pula untuk para anak yang memiliki hambatan dan masalah khusus dalam belajar, termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Berkenaan dengan hal tersebut pemerintah telah menawarkan alternatif solusi berupa pembelajaran individual yang dapat dilakukan di rumah (homeschooling) sesuai dengan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional no.20 tahun 2003.

Dengan metode homeschooling orangtua berperan sebagai guru dan teman belajar bagi putra-putrinya. Hal ini memungkinkan terciptanya hubungan emosi yang kuat dan kasih sayang selama pembelajaran. Suasana seperti ini merupakan suasana yang amat penting diterapkan dalam mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Suasana tersebut menciptakan perasaan yang sangat nyaman bagi mereka sehingga dapat mempermudah proses pembelajaran.

Para ahli mengatakan bahwa pada rentang usia 0-5 tahun, seorang anak sangat membutuhkan hubungan emosi yang erat dengan keluarga. Dari sinilah kemudian ia membentuk kemampuan-kemampuan sosialnya. Ia belajar mengenai konsep mana yang baik dan buruk. Disebutkan pula bahwa keterlibatan orangtua dalam proses belajar membawa dampak positif terhadap kesuksesan anak sejak ia masih kecil sampai dewasa. Fakta inilah yang kemudian menjelaskan mengapa dalam kasus ABK, pelaksanaan pendidikan di rumah merupakan salah satu pilihan terbaik. Apalagi metode ini juga amat selaras dengan terapi perilaku yang sebaiknya juga dilakukan di rumah.

Metode homeschooling merupakan salah satu metode alternatif untuk mengatasi keterbatasan, kelemahan, dan hambatan emosional yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil belajar yang optimal sesuai potensi yang dimiliki. Metode ini bila dilaksanakan dengan benar dapat memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak. Agar metode ini dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka beberapa prasyarat yang perlu diperhatikan adalah:
- Kemauan dan tekad yang bulat
- Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh
- Ketersediaan waktu yang cukup
- Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
- Kemampuan orangtua mengelola kegiatan
- Ketersediaan sumber belajar
- Dipenuhinya standar yang ditentukan
- Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya
- Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna
- Terjalin komunikasi yang baik antar para orangtua
- Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif

Contoh kasus Crouzon Syndrome

Perkenankan saya bercerita sekali lagi mengenai putri saya yang istimewa dalam
hubungannya dengan pendidikan. Mudah-mudahan cerita ini dapat menimbulkan
inspirasi pada teman-teman dalam berhubungan dengan anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus.

Anak saya didiagnosa Crouzon Syndrome pada usia 1,5 tahun oleh seorang dokter
dari Australia (kebetulan dia punya jadwal datang ke Jakarta 2 X setahun).
Perbedaannya sudah langsung tampak sejak lahir. Perbedaan penampilan fisik ini
diiringi pula dengan gejala lain, yaitu matanya mudah lelah dan iritasi,
tidurnya ngorok, sulit menelan makanan, kurang pendengaran, gigi rapuh. Pada
tahun pertamanya fisiknya lemah dan perkembangannya lambat. Dan yang paling
bikin ibunya stress, dia sangat sensitif, mudah menangis dan mengamuk. Kalau
menangis bisa menghabiskan waktu 1 jam tanpa bisa dibujuk, hingga akhirnya
berhenti karena kelelahan.

Setelah pertemuan saya dengan dokter dari Australia itu, diputuskan untuk
dilakukan operasi (rekonstruksi tulang tengkorak kepalanya) untuk menyelamatkan
perkembangan otak dan syaraf matanya, sebab bila tidak, akan mengganggu
perkembangan mental dan penglihatannya .

Pada usia 2 tahun (1996) putri saya di operasi di Women and Children Hospital
Adelaide Australia oleh Dr. David David. Kami berada di sana selama 1 bulan.
Sejauh yang saya tahu, operasi semacam itu belum dapat dilakukan di Indonesia
saat itu.

Terus terang saya sangat terkesan dengan sistem kerja di sana, yang terstruktur
dan melibatkan satu tim yang bekerja sinergi. Bukan hanya kesehatan fisik
pasiennya saja yang diperhatikan, tetapi juga kesehatan mentalnya. Oleh karena
itu peran psikolog dan pekerja sosialnya sangat besar. Mereka juga memberikan
dukungan yang sangat positif terhadap keluarga pasien agar selalu optimis.
Kondisi ini secara tidak langsung juga mendukung pada proses pemulihan anak.

Ini merupakan satu operasi dari serangkaian operasi yang mungkin akan
dihadapinya lagi. Operasi berikutnya baru dapat dilakukan bila anak sudah
berusia remaja. Dari beberapa kasus yang saya ketahui, kasus seperti ini
membutuhkan belasan kali operasi.

Sepulang dari sana, saya diberi PR untuk penanganan anak saya selanjutnya. Putri
saya (karena kurang pendengaran) harus mengikuti terapi bicara untuk
mengembangkan kemampuan komunikasinya, terapi ini dijalani selama 2 tahun,
sempat berhenti karena kondisi sosial politik di Jakarta tidak mendukung
(kebetulan tempat terapinya di Jalan Salemba yang seringkali demo mahasiswa).
Dilanjutkan lagi dengan terapi bahasa 6 bulan sebelum masuk SD.

Selain terapi, dia juga rajin ke dokter karena sering sakit pilek (konstruksi
hidungnya membuat dia gampang sakit dan susah sembuh), rajin ke dokter gigi
karena giginya yang rapuh, gampang bolong meski rajin disikat. Dia juga pakai
kacamata prisma, karena jarak antar matanya yang terlalu jauh menyebabkan otot
matanya bekerja lebih keras untuk melihat jarak dekat (padahal dia senang sekali
membaca, menulis dan menggambar). Saya juga nggak bisa mengharapkan ia makan
banyak, karena kerongkongannya yang kecil menghambat dia makan terlalu banyak.

Untuk masalah fisik, saya tinggal mengikuti panduan dari dokter saja. Namun
untuk masalah konsep diri, sosialisasi dan pendidikannya, keluarganya harus
berperan aktif.

Saya masukkan anak saya ke Kelompok Bermain pada usia 2,5 tahun karena saya
melihat dia sangat tidak percaya diri dan dependen. Saya berharap dia memperoleh
kesempatan bersosialisasi lebih banyak. Sayangnya dia sempat ditolak karena
disangka terbelakang dan kepseknya saat itu khawatir kalau teman-temannya yang
lain akan ketakutan.

Saya sedih sekali saat itu, saya katakan kepada kepala sekolahnya, bahwa saya
tahu benar kalau anak saya tidak terbelakang, dan dia tidak akan mengganggu
teman-temannya (misalnya, memukul), tapi memang anak saya berbeda. Justru di
sini saya berharap dengan keberadaan anak saya tidak hanya menguntungkan anak
saya saja, tapi juga menguntungkan anak lain, karena anak-anak lain menjadi
tahu, bahwa tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, dan mereka juga jadi
tahu bagaimana caranya bergaul dengan teman yang memiliki kekurangan atau
keterbatasan tertentu.

Singkatnya akhirnya anak saya sekolah di situ sampai TK-B. Saya sengaja memilih
sekolah dengan kelas kecil (jumlah murid sedikit, hanya 12 orang dengan 1 orang
guru) dengan harapan perhatian guru tidak terlalu terbagi, karena dengan
keterbatasan pendengarannya, guru sering kali harus mengulang instruksi 2 sampai
3 kali pada anak saya (anak saya tidak mau pakai hearing aid karena dirasa
mengganggu).

Selama anak saya TK saya mulai hunting mencari SD yang kira-kira dapat menerima
anak saya dengan kondisinya. Menurut saya anak saya membutuhkan sekolah dengan
metode active learning, jumlah murid sedikit sehingga guru dapat menangani murid
secara individual dan yang terpenting lingkungan sekolah yang kondusif untuk
perkembangan konsep dirinya. Saya juga menghindari sekolah yang menerapkan
sistem seleksi dengan menggunakan tes kecerdasan, karena saya khawatir meski
anak saya berhasil masuk, namun akan mengalami stress karena beban belajar yang
tinggi (biasanya sekolah dengan sistem seleksi ini mengharapkan muridnya relatif
homogen untuk memudahkan penyampaian pelajaran).

Alhamdulillah saya mendapatkan sekolah yang sesuai dengan harapan. Sekolah
sangat welcome dengan anak saya (dan juga anak-anak lain yang mempunyai
kebutuhan khusus). Setelah anak saya mengikuti try out (bukan seleksi, tapi
lebih pada mengetahui sampai sejauh mana kemampuannya), saya bersama suami saya
diundang untuk berdiskusi dengan pihak sekolah.

Pertanyaan awal yang sangat menyentuh saya saat itu adalah ketika pihak sekolah
bertanya, "Apa yang Bapak dan Ibu harapkan dari sekolah untuk perkembangan putri
Bapak dan Ibu?"

Intinya, diskusi kami dengan pihak sekolah membicarakan apa saja yang akan
dilakukan oleh pihak sekolah (berkaitan dengan kebutuhan khusus anak) baik
menyangkut proses belajar mengajar di kelas, sosialisasi dengan teman dan juga
kebutuhan khusus fisiknya (harus gosok gigi setiap selesai makan, dan
sering-sering membersihkan mata), apa yang perlu dilakukan orang tua di rumah,
termasuk juga mempersiapkan kakaknya untuk menerima pertanyaan-pertanyaan dari
teman-temannya mengenai adiknya yang "berbeda". Pokoknya kami membahas segala
hal yang berpeluang menjadi masalah.

Alhamdulillah sekali lagi. Saat ini putri kami sangat bersemangat sekolah,
motivasi belajarnya sangat tinggi, terutama membaca, menulis dan menggambar.
Masih agak pasif dan pemalu, namun dia tidak menolak untuk bergaul dengan teman
yang mengajaknya.

Saya amati dengan metode active learning dan pendekatan anak secara individual
(memperlakukan anak sesuai dengan potensi dan kebutuhan anak), anak saya
memperoleh perkembangan pesat dalam pemahamannya terhadap materi pelajaran yang
diberikan. Di samping itu keberadaan anak-anak yang berkebutuhan khusus di
sekolah memberikan nilai tambah bagi anak-anak yang lain sehingga dapat
mengembangkan kemampuan empati terhadap temannya.

Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan orang tua yang lain, perkembangan positif ini
tidak hanya dialami anak saya tapi juga anak-anak lain, misalnya, anak Autis,
ADD, ADHD, Asperger, dan lain-lain.

Satu hal yang mungkin agak mengganggu adalah masalah biaya yang tidak sedikit.
Akibatnya tidak setiap anak dapat memperoleh kesempatan menikmati pendidikan
yang baik.

Nggak ada salahnya kalau saya mengulangi lagi, nampaknya perlu dipikirkan cara
lain agar sedapat mungkin banyak sekolah/lembaga pendidikan yang dapat
memberikan kesempatan pada anak-anak baik yang normal maupun yang memiliki
kebutuhan khusus untuk dapat berkembang optimal, baik dari segi kognitif,
afektif, maupun psikomotoriknya.

Sumber : http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/763

mendeteksi sejak dini

Mengenali kondisi anak sejak dini sangatlah penting. Sebab, bukan mustahil si buah hati memerlukan penanganan khusus karena mengalamai kesulitan belajar secara spesifik. Padahal ia bukanlah anak yang bodoh.

Matahari memancarkan sinarnya dengan terik. Namun sekumpulan anak-anak tanggung berusia 7-12 tahun tidak peduli dengan sengatan sang surya. Mereka bahkan berlari-larian di halaman sekolah dasar Pantara, Senopati, Jakarta Selatan.

Lonceng sekolah tanda istirahat memang belum lama dibunyikan. Tampak seorang anak laki-laki berkacamata sedang mengejar temannya yang berlari-lari membawa sebuah bola. Di sudut lainnya tiga anak perempuan sedang duduk-duduk dan mengobrol di bawah sebatang pohon rindang.

Sepintas tidak ada yang perlu dipertanyakan dengan segala tingkah polah mereka. Namun, di balik semua itu, ternyata mereka merupakan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (learning difficulties/LD). Bahkan, sering disebut sebagai anak yang memiliki gaya belajar berbeda.

Venty, 38, merupakan salah sato orang tua yang memiliki anak dengan kesulitan belajar spesifik. Menurut ibu rumah tangga ini, ia menyadari anak keduanya, Michael, 8, mengalami kesulitan belajar saat bocah laki-laki ini masuk SD. Awalnya Michael mengalami kesulitan belajar dan selalu tertinggal dibanding teman-temannya.

„Michael juga selalu mengeluh kepada saya karena sulit mencerna pelajaran yang diterimanya,“ ujar Venty kepada Media Indonesia, Selasa, 2/5. Akibatnya bocah ini menjadi minder dengan kondisinya dan membuat dia enggan pergi ke sekolah.

Ibu dua putra ini menyadari kesulitan Michael. Padahal putranya itu bukan siswa yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Setelah berkonsultasi dan melakukan observasi dengan seorang psikolog, ternyata Michael mengalami kesulitan belajar spesifik (LD) yakni sulit berkonsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder).

Akhirnya setelah enam bulan bersekolah di SD biasa, Venty pun memindahkan buah hatinya ini ke SD Pantara, sebuah sekolah yang mengkhususkan dalam pendidikan untuk anak-anak LD. Hanya dalam waktu dua minggu Michael mulai menunjukkan perubahan yang berarti. „Dia menjadi lebih percaya diri dan yakin bahwa sesungguhnya ia juga mampu belajar,“ ungkapnya.

Sistem Belajar

Kemajuan yang diperoleh Michael tak lepas dari sistem belajar yang dilakukan sekolah ini. Di sana para siswa dapat belajar sesuai dengan kesulitan mereka. Menurut Kepala SD Pantara, Deisi A. Gautama, Psi, masih banyak orangtua yang tidak menyadari jika buah hati mereka mengalami LD.

Umumnya, meskipun anak-anak ini mengalami kesulitan belajar, mereka sebetulnya memiliki kecerdasan rata-rata atau bahkan di atas rata-rata.

Sistem belajar yang lebih banyak praktek membuat anak-anak ini sangat menikmati materi yang diajarkan guru mereka. „Setiap kelas maksimal berisi 10 orang murid, dibimbing oleh dua orang guru,“ kata Deisi. Venty mengakui perhatian penuh yang diberikan guru kepada muridnya sangat efektif karena kebutuhan setiap anak berbeda-beda. Akibatnya anak menjadi lebih dihargai. Selain itu Venty mengikutsertakan jagoan ciliknya ini kursus piano dan Kumon. Kini, Michael pun mulai tumbuh menjadi anak yang mandiri dan percaya diri.-Prihandini/M-3

Sumber : Rubrik BERANDA, Media Indonesia, Minggu, 7 Mei 2006
http://myhealthylife.wordpress.com/2010/04/20/anak-dengan-kebutuhan-khusus/

Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi

Hingga sekarang sudah banyak beberapa kajian dalam hal intelegensi atau tingkat IQ seseorang. Menurut Kohstan, intelegensi dapat dikembangkan, namun hanya sebatas segi kualitasnya, yaitu pengembangan akan terjadi sampai pola pada batas kemampuan saja, terbatas pada segi peningkatan mutu intelegensi, dan cara cara berpikir secara metodis.
Intelegensi orang satu dengan yang lain cenderng berbeda-beda. Hal ini karena beberapa faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain sebagai berikut:
Faktor Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar. Dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik mauapun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan soal soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor diatas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.

Kecerdasan Emosional

Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.
Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang terkenal, Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang.
Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak aspek penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu:
• empati (memahami orang lain secara mendalam)
• mengungkapkan dan memahami perasaan
• mengendalikan amarah
• kemandirian
• kemampuan menyesuaikan diri
• disukai
• kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan
• kesetiakawanan
• keramahan
• sikap hormat
Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, orang tua harus mengajar anaknya untuk :
• membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis
• bekerja dalam kelompok secara harmonis
• berbicara dan mendengarkan secara efektif
• mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)
• mengatasi masalah dengan teman yang nakal
• berempati pada sesama
• memecahkan masalah
• mengatasi konflik
• membangkitkan rasa humor
• memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit
• menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri
• menjalin keakraban
Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi, ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.