Mengajar mengeja dan membaca untuk anak kebutuhan khusus

Saat Yansen kelas dua dan sudah memakai kaca mata, kemampuan membacanya meningkat tajam. Karena kami semua baik mama papa dan pengasuhnya selalu mengajarkannya terus menerus secara lisan untuk melatih pendengaran menangkap dikte-dikte dari gurunya. Sebab anak SN itu kalau tidak bisa mengikuti (ketinggalan satu kata saja ) saat dikte dia langsung macet dan untuk seterusnya tidak dikerjain lagi (sangat perfeksionis) karena itu dia maunya semua urut. Kalau ada yang ketinggalan dia kesel sendiri dan belum bisa meminta gurunya untuk mengulang. Apabila kemudian gurunya sadar Yansen tidak menyalin apa yang didiktenya, Yansen sudah tidak mau meneruskannya karena ketinggalan tadi. Terpaksa kemudian harus meminjam catatan temannya sehabis pulang sekolah atau istirahat (biasanya teman temannya yang melaporkan kepada pengasuh yang menunggu diluar.

Cara kami mengajarnya adalah menguraikan suku kaca dan biar Yansen yang merangkumnya menjadi kata dan diucapkannya. Misalnya kami sebut se-la-mat da- tang kemudian yansen merangkumnya menjadi kalimat sambil mengucapkannya "selamat datang". Atau yang lain kami sebut ma-ma ma-u per-gi ker-ja kemudian yansen merangkumnya dan mengucapkannya "mama mau pergi kerja".

Kalau kami mau bicara apapun kepada yansen kami pakai cara ini misalnya: mo-bil
i-tu war-na a-pa ? bacanya: (em o be i el i te u we a er en a a pe a)
yansen merangkum dan membacanya “mobil ini warna apa”.

Pokoknya tulisan apa saja yang kami temukan dalam perjalanan, kami ajarkan terus seperti itu...... Dan ternyata efektif sekali dan Yansen suka cara begitu karena dianggap sambil main tebak tebakan. Kadang kala dia yang spel uraiannya dan menanyakan kepada kami apa ituuuu? sambil ceka ka kan karena menurut dia lucu.

Sampai akhir kelas dua rupanya Yansen sudah bisa baca kalimat dengan cepat walaupun sepintas lalu misalnya dalam mobil kami suruh baca tulisan dipinggir jalan (iklan atau petunjuk jalan atau nama gerbang tol) dia respon cepat dan langsung membaca lengkap.

Hal lain yang menjadi kendala adalah rutinitas. Kami tahu bagi anak SN rutinitas itu tidak baik, tapi untuk menghilangkan itu tidak gampang. Kalaupun kami bisa melepaskan satu rutinitas akan datang lagi rutinitas lainnya. Kami sudah bisa melepaskan rutinitas Yansen untuk mengajak dia naik motor dan keliling dulu baru saya boleh pergi kerja. Atau waktu pulang kerja, dia sudah tunggu kalau papanya pulang harus ajak naik motor dulu keliling kemudian baru diijinkan masuk rumah dan dia ngak mau tahu walaupun sudah malam atau hujan sekalipun, tetapi lama kelamaan yansen bisa diberi pengertian. Pada mulanya saya sengaja pulang malam, supaya ada alasan sudah malam papa cape jadi ngak usah keliling ya?? mula mula ngak bisa tetapi lama-lama saya pakai vitamin T (Tega) walaupun dia nangis kami sepakat cuek dan akhirnya rutinitas itu terlepas juga.

Kemudian muncul rutinitas lain. Tiap sabtu mau main ke rumah omanya sebab ada peralatan elektronik yang mau dia mainkan, jadi tiap sabtu sudah jadi kebiasaan sehingga tidak bisa ditawar walaupun saya pulang malam harus ngajak dia ke rumah omanya. Pertama kami tidak bisa menghentikannya karena kalau sabtu ngak ke rumah omanya malam itu tidak bisa tidur. Bisa sampai pagi dia nuntut terus, dan apabila kami tidak turuti kemauannya, keesokan harinya dia minta harus ganti 2 kali yaitu selasa jumat coba bayangkan kami didenda....he he he

Cara kami menghentikannya :


1. perjanjian waktu, kami tetap membawanya sesuai jadwal tetapi janji dulu waktunya misalnya setengah jam dan ternyata dia bisa tepati, sebab kalau tidak ada perjanjian waktu susah sekali ngajak pulangnya karena sedang asik bermain barang barang kesukaannya.
2. kami mulai mengalihkan untuk kegiatan lain misalnya sabtu saya bawa dia renang, sampai cape kemudian kami bilang sudah cape ya kita pulang, pertama memang masih ada keinginan untuk tetap ke rumah omanya tapi lama-lama bisa hilang juga. Dan kalau dia ingat lagi mulai nuntut lagi ke rumah oma. Kalau kami melarangnya alasannya kangen sama oma dan masa yansen ngak boleh lihat oma lagi. Akhirnya kami beri pengertian lihat oma boleh tapi jangan tiap sabtu. Jadi kami membawa hari minggu atau hari lain, setelah itu baru terlepas rutinitasnya itu.

1 Response to "Mengajar mengeja dan membaca untuk anak kebutuhan khusus"

  1. Edelweiss says:
    22 Mei 2018 pukul 08.22

    Terima kasih. sangat membantu sekalii

Posting Komentar