Pendidikan inklusif untuk anak special needs

PERHATIAN pemerintah terhadap anak berbakat khusus atau yang lebih dikenal dengan sebutan anak pengidap autisme belakangan ini cukup baik. Hal itu setidaknya dapat dilihat dari kebijakan Departeman Pendidikan Nasional yang mengizinkan Muhammad Amar (12) mengikuti pendidikan inklusif dan sekarang mengikuti ujian akhir sekolah, 6-11 Juni 2005, di SDIT Al Irsyad 2, Purwokerto.
Izin khusus buat Ammar untuk mengikuti ujian khusus itu saya peroleh dengan susah payah, setelah menempuh berbagai jalur birokrasi di Departemen Pendidian Nasional di Jakarta. Alhamdulillah, perjuangan itu membuahkan hasil dan Ammar menjadi satu-satunya anak autistik di Indonesia yang bisa mengikuti ujian akhir sekolah tahun ini dengan didampingi guru pendamping khusus.
Tanpa guru pendamping, Ammar tak bisa mengerjakan soal ujian. Agar dia bisa menggarap soal, guru pendamping harus membacakan soal dan pilihan jawaban. Setelah itu Ammar diberi tugas memilih salah satu jawaban yang benar. Sungguh luar biasa.
Kita tahu “autisme” berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri. Leo Kanner (1943) mendefinisikan anak autistik adalah anak yang seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Dunia berporos pada dirinya dan dia cuek terhadap lingkungan.
Penyebab autisme secara medis adalah kelainan pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus toksoplasma rubella, cymetalogi, jamur kandida, atau herpest. Penelitian terbaru menyebutkan, ada gangguan pencernaan seperti ketidakmampuan mencerna susu sapi dan tepung terigu dengan baik.
Berdasar penelitian S Harris (1989), anak penderita autisme mempunyai beberapa ciri khusus yang bisa dikenali, misalnya tak mau dipeluk, tidak ada kontak mata dalam berkomunikasi, sangat reaktif bila rutinitas berubah, dan suka mengeluarkan kata-kata tertentu berulang-ulang, serta tak peduli pada keadaan sekitar. Bila capek sering mengalami tantrum, yaitu marah secara tak terkendali.
Dalam lingkungan kita sehari-hari mungkin sering ada anak bandel, nakal, dan kerap mengganggu teman-temannya di ruang kelas. Anak yang sering tinggal kelas juga bisa masuk dalam kategori autistik.
Apakah anak autistik dan yang tinggal kelas termasuk anak bodoh? Belum tentu. Anak autistik terbagi menjadi tiga kelompok, yakni IQ rendah, sedang, dan tinggi.
Prof Dr Utami Munandar (1995) telah meneliti anak-anak yang tinggal kelas di berbagai tempat di Indonesia. Hasil penelitian itu mengejutkan sekali. Ternyata 90% anak tinggal kelas termasuk anak yang sangat pandai. Begitu pula anak autistik. Kebanyakan bahkan sangat pandai. Albert Einstein, Picasso, dan Thomas Alfa Edison ketika duduk di bangku sekolah termasuk anak bermasalah dan mereka pengidap autisme.
Mereka tinggal kelas karena tak memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan. Anak autistik butuh pendamping dan perhatian khusus agar bisa belajar dengan baik.
Orang tua yang dianugerahi Allah dengan anak autistik tak perlu kecewa. Karena, itu bila ditangani secara benar anak-anak itu akan menjadi besar dan siapa tahu menjadi brilian seperti Einstein.
Sebagai orang tua yang kini berjuang mendidik anak autistik, saya hanya bisa berharap pemerintah, terutama Dinas Pendiikan Nasional Kabupaten Banyumas, memberikan perhatian serius terhadap anak-anak berbakat istimewa itu. SDIT Al Irsyad 2, Jatiwinangun, Purwokerto, merintis pendidikan inklusif sejak tahun 2000 dan kini mendidik 21 anak autistik. Itu merupakan sekolah inklusif pertama di Tanah Air dan terbaik di Indonesia. Sejumlah tokoh pendidikan di Jawa Tengah pun telah banyak belajar mengenai pendidikan inklusif di sekolah itu.
Pendidikan inklusif masih terlalu sendikit di Indonesia dan penanganannya pun belum memuaskan. Pendidikan inklusif di negara-negara Skandinavia telah berhasil dan banyak ditiru di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pengertian pendidikan inklusif adalah anak-anak special needs diberi kesempatan sekolah bergabung dengan anak-anak normal. Dengan memasukkan mereka ke sekolah umum, anak autistik akan mudah bergaul dan bisa belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dan anak-anak normal pun bisa memahami teman yang menderita gangguan autistik, sehingga terjadi hubungan timbal balik yang menguntungkan dan toleransi di antara anak-anak lebih menonjol.
Pendidikan inklusif sangat baik untuk menolong anak-anak kita yang berbakat istimewa itu. Untuk mendidik mereka perlu bantuan pemerintah sebagai penyedia sarana pendidikan, orang tua, dan guru.
Orang tua dan guru harus menyatu, karena setiap anak membutuhkan kurikulum dan pendekatan berbeda. Satu anak harus didampingi satu guru pendamping. Itu tentu membutuhkan biaya tidak sedikit. Namun dengan kerja keras orang tua dan bantuan semua pihak, masalah tersebut tentu dapat diatasi.
Pendidikan anak berbakat dan inklusif termasuk baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kita mesti banyak belajar dan berguru pada negara lain yang lebih maju. Populasi anak autistik setiap tahun terus bertambah. Di Indonesia sekarang 2% dari jumlah penduduk.

sumber : www.suaramerdeka.com

0 Response to "Pendidikan inklusif untuk anak special needs"

Posting Komentar